Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menularkan Penghijauan dari Sekolah

Kompas.com - 16/05/2011, 03:30 WIB

 ESTER LINCE NAPITUPULU

Awalnya tak ada yang percaya dengan keyakinan Yoseph Tue, Kepala Sekolah Dasar Kristen Tobiwutung di Desa Dulitukan, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, bahwa tanah sekolah berbatu cadas seluas 1 hektar yang selama ini gersang dan berdebu bisa berubah hijau dan rindang.

Namun, Yoseph tak berhenti menanam dan kini penghijauan yang dimulai dari sekolah itu menular ke desa-desa sekitar sekolah.

Sekolah yang tadinya tidak dikenal karena prestasi anak-anaknya biasa saja, bahkan cenderung rendah, kini mulai menjadi buah bibir. Sekolah ini lalu menjadi kebanggaan Kabupaten Lembata sebagai contoh sekolah hijau dan diwakilkan untuk ikut penilaian sekolah adiwiyata (sekolah peduli dan berbudaya lingkungan) tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pepohonan yang menaungi hampir seluruh areal membuat sekolah yang tadinya panas, gersang, dan kering berubah menjadi rimbun, sejuk, dan hijau. Beragam pohon, seperti mahoni (Swietenia mahagoni), nimba (Azadirachta indica), dan ketapang (Terminalia cattapa), tersusun rapi membentuk lorong masuk menuju sekolah dan hutan kecil di belakang sekolah.

Tanaman merambat juga menjalar di depan kelas yang dibangun memanjang. Ada pula kebun sayur-sayuran yang dimanfaatkan untuk kantin sekolah.

Beragam tanaman di sekolah itu bukan cuma menyulap tanah cadas yang tadinya gundul dan panas menjadi menghijau dan sejuk. Para guru yang mendapatkan pelatihan manajemen berbasis sekolah dari Plan International Program Unit Lembata dapat memanfaatkan pepohonan yang ada sebagai sumber belajar bagi siswa, baik dalam membentuk sikap cinta lingkungan maupun ilmu pengetahuan.

Tidak percaya

Meyakinkan guru, siswa, dan orangtua bahwa sekolah bisa berubah bukanlah perjalanan yang mudah. Yoseph yang ditunjuk menjadi kepala sekolah pada tahun 2004 merasa prihatin dengan kondisi sekolah yang gersang dan prestasi belajar yang rendah.

Dari hasil pemantauan Yoseph, masalah utamanya adalah lingkungan yang panas dan gersang membuat proses belajar di sekolah tidak kondusif. Bapak dua anak ini lalu melontarkan ide untuk menghijaukan lingkungan sekolah.

”Tidak mudah untuk bisa meyakinkan warga sekolah dan masyarakat sekitar karena memang lahan sekolah ini sulit untuk dihijaukan. Meski awalnya tidak semua mendukung, saya jalankan saja penghijauan,” ujar Yoseph.

Yoseph pun mencari informasi jenis tumbuhan yang bisa hidup di tanah cadas, berbatu keras itu. Lalu, dia melakukan pembibitan. Tanaman kecil dibagikan kepada siswa. Setiap orang harus menanam dua pohon, satu di sekolah dan satu di rumah.

Kewajiban menanam pohon itu tidak sepenuhnya didukung orangtua siswa. Ada yang marah-marah dan mengatakan pohon tidak akan tumbuh karena di daerah tersebut selama ini sulit tumbuh pepohonan.

”Tanaman sulit tumbuh karena tidak ada air. Saya akali dengan menyuruh siswa bawa air dari rumah. Saya pesan kepada siswa untuk bilang kepada orangtua kalau air itu untuk minum di sekolah. Tetapi pas sampai di sekolah, setengahnya untuk siswa dan setengahnya lagi untuk siram tanaman di sekolah. Cara ini membuat pohon yang kami tanam bisa tumbuh,” kata Yoseph.

Pepohonan di areal sekolah tumbuh baik. Dedaunan yang gugur ditanam di lubang-lubang yang disebar di beberapa titik. Cara ini untuk membuat tanah yang tandus itu menjadi subur. Dan, pupuk alami ini terbukti ampuh menyuburkan lahan di sekolah.

Menggali sumur

Ketika lahan di sekitar sekolah yang berdiri tahun 1928 itu mulai menghijau pada tahun 2007, Yoseph lagi-lagi menularkan keyakinan bahwa di areal tersebut pasti akan muncul sumber mata air. Lagi-lagi, ide Yoseph untuk membuat sumur di areal sekolah dianggap tidak masuk akal.

Namun, Yoseph tetap memerintahkan penggalian sumur. Pekerja hampir menyerah ketika harus menggali tanah yang keras dan berbatu cadas, tetapi Yoseph terus menyemangati mereka.

Galian sumur sedalam 24 meter itu terbukti tidak berarti apa-apa pada awalnya. Yoseph tidak patah semangat. Dia yakin, lahan gersang yang sudah hijau bisa memberi efek untuk memunculkan air dari sumur di sekolah.

Air bersih memang masalah sekolah dan masyarakat. Membuat sumur sering kali dianggap sia-sia karena air sulit muncul. Sekalipun ada, rasanya sangat asin karena daerah tersebut dekat pantai.

Setahun setelah penggalian, secara mengejutkan air keluar dari sumur di sekolah itu. ”Mukjizat terjadi di sekolah ini. Dari sinilah masyarakat baru percaya bahwa penghijauan itu bermanfaat dan bisa dilakukan di daerah ini,” ujar Yoseph bangga.

Saking senangnya dengan kejadian tidak terduga, masyarakat menggelar syukuran. Air dari sumur sekolah tersebut dibawa ke tengah kampung. Warga membawanya ke rumah adat dan mereka bertandak semalam suntuk melakukan tarian daerah secara bersama-sama untuk menunjukkan kegembiraan dan syukur.

Sejak kejadian itu, sikap orangtua siswa dan masyarakat mulai berubah. Mereka percaya pada upaya sekolah yang ingin menyebarkan perubahan. Akhirnya, banyak warga yang tertarik untuk belajar menanam pepohonan. Tahun 2008 warga mulai menanam pohon mahoni.

Penghijauan di sekolah pun semakin didukung orangtua dan masyarakat. Sekolah sampai kewalahan mengurus pepohonan yang ada.

Yoseph kemudian menggagas pembentuk paguyuban orangtua dan siswa. Setiap Kamis, secara bergiliran paguyuban ini membersihkan lingkungan sekolah dan merawat tanaman yang ada.

Yoseph mengaku tak menyangka jika sekolah yang dipimpinnya bisa menularkan semangat penghijauan di lingkungan sekitarnya, bahkan menjadi sekolah percontohan sekolah hijau di Kabupaten Lembata.

Para guru dari sekolah-sekolah dan pejabat dinas pendidikan, mulai dari Lembata hingga Kefamenanu, Soe, Sumba Timur, dan Sumba Barat Daya berkunjung ke sekolah itu. Lembaga swadaya masyarakat, seperti Plan International, bahkan mengaku tertarik mengangkat keunggulan sekolah ini hingga menjadi sekolah inspirasi bagi sekolah-sekolah lain di Lembata.

Dari sekolah itu, Yoseph menyebarkan semangat penghijauan. Di gereja, rumah siswa, dan masyarakat ajakan menghijaukan lingkungan tak henti disuarakannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com