Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tunjangan Komunikasi Susah Diaudit

Kompas.com - 12/05/2011, 20:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengonfirmasi bahwa tunjangan pulsa untuk anggota DPR sebesar Rp 14,1 juta setiap bulannya memang ditulis dengan nomenklatur tunjangan komunikasi intensif dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra Uchok Sky Khadafi mengatakan, pihaknya langsung menyebutnya sebagai "tunjangan pulsa" karena nomenklatur tunjangan yang tidak spesifik.

"Karena tidak jelas dan tidak ketat sistem akuntansinya, Fitra melihat itu untuk anggaran pulsa. Karena, itu anggaran komunikasi intensif. Ya itu seperti untuk beli pulsa, itu yang kita tafsirkan. Nomenklatur tidak spesifik dan output-nya, indikatornya sangat fleksibel. Jadi, semau-mau anggota Dewan. Kalau Badan Pemeriksa Keuangan masuk, dia tidak bisa melakukan audit," katanya kepada Kompas.com, Kamis (12/5/2011).

Uchok mengatakan, tunjangan ini memang diberikan dalam bentuk lunsum. Artinya, Setjen DPR memberikan sepenuhnya besaran tunjangan tanpa mengecek kembali peruntukannya. Tunjangan ini sepenuhnya tertulis dalam slip gaji anggota Dewan. "Ketika BPK mau mengaudit, uang ini untuk pulsa atau tidak, ya BPK tidak bisa. Terserah kepada anggota Dewan untuk menggunakannya untuk apa," ujarnya.

Fitra tetap menilai besaran tunjangan komunikasi intensif Rp 14,1 juta per bulan plus rata-rata Rp 20 juta dalam setiap kali masa reses terlalu besar untuk setiap anggota Dewan. Oleh karena itu, Fitra meminta salah satu "item" tunjangan dihapuskan. Uchok mengatakan, cukup tunjangan Rp 2-3 juta saja untuk pulsa anggota Dewan.

Fitra juga meminta agar tunjangan tersebut tidak diberikan secara lunsum, tetapi bersifat reimburst. Dengan demikian, anggota bisa mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang terangkum dalam tunjangan-tunjangan untuk wakil rakyat. Toh, asalnya juga berasal dari uang rakyat.

"Bentuk komunikasi intensif lebih baik jangan masuk di slip gaji. Kalau mau masuk ke slip, Setjen jangan berikan secara lunsum, tetapi harus ada kuitansi pembelian pulsa, biar bisa terkontrol oleh Setjen. Kalau sekarang kan jadi sulit memantaunya," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com