Memalukan. Mungkin itu kata paling sopan yang pantas ditujukan kepada sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya terkait kegiatan kunjungan kerja ke luar negeri belakangan ini.
Memalukan karena kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri makin menunjukkan rendahnya sensitivitas mereka terhadap aspirasi rakyat. Memalukan karena kegiatan itu menunjukkan inkonsistensi antara ucapan dan tindakan sebagian wakil rakyat. Memalukan karena tindakan itu juga makin menunjukkan ”kacaunya” kualitas pribadi rata-rata anggota DPR.
Fenomena memalukan terakhir terlihat dalam insiden surat elektronik (
Menanggapi masalah ini, Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding yang berasal dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa justru balik menuding PPIA telah bertindak tak proporsional dengan hanya mengungkit hal-hal negatif.
”Janganlah kita senang meributkan hal-hal kecil, seperti
Ironisnya, pembelaan para anggota DPR sering kali justru menimbulkan persoalan atau pertanyaan baru. Misalnya, saat dikatakan bahwa anggota DPR merupakan politisi sehingga wajar tak mengetahui
Jika memang demikian, mengapa Komisi VIII DPR tidak menjawab pertanyaan secara jujur dan tanpa harus mengada-ada dengan menjawab dengan ”komisi delapan at yahoo dot com”?
Padahal teknologi komunikasi merupakan kepastian dalam politik saat ini. Sebut saja, Presiden Amerika Serikat Barack Obama adalah penggemar ponsel cerdas Blackberry.
Jawaban
Keadaan ini terlihat jelas, misalnya, jika kita mengamati janji-janji anggota DPR untuk menyeleksi dan mengurangi anggaran kunjungan kerja anggota DPR. Faktanya kegiatan itu semakin sering dilakukan dengan anggaran makin besar.
Pada saat yang sama, berbagai ”keanehan” dari kunjungan kerja DPR juga semakin terkuak. Misalnya, Komisi X DPR yang diketahui mampir di Stadion Santiago Bernabeu, markas klub sepak bola Real Madrid. Tahun lalu Badan Kehormatan DPR diketahui juga bermalam dan jalan-jalan di Turki saat kunjungan kerja ke Yunani.
Akhirnya, berbagai jawaban
”Olok-olok kepada DPR juga mencuat karena itu yang dapat dilakukan rakyat setelah berbagai kritik yang mereka sampaikan tidak digubris oleh DPR,” tutur Ray Rangkuti dari Lingkar Madani untuk Indonesia. Masalahnya saat ini, apakah anggota DPR mau memahami substansi dari sejumlah olok-olok itu atau tetap memilih bertahan dalam keangkuhan jabatan?
Jika Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan menuturkan, DPR tak boleh dikatakan bodoh, pertanyaan yang seharusnya perlu dijawab adalah mengapa DPR sampai bisa dikatakan seperti itu?