Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target NII, 2014 Merebut Kekuasaan

Kompas.com - 06/05/2011, 15:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kelompok Negara Islam Indonesia menargetkan, tahun 2014 mereka mampu merebut kekuasaan negara lewat anggota-anggotanya yang memiliki posisi sebagai pengambil keputusan.

Oleh karena itu, seluruh kekuatan gerakan dipusatkan untuk menggalang dana kegiatan pendidikan yang berkualitas. Diharapkan lewat proses pendidikan yang berkualitas ini kader-kader NII mampu merebut posisi-posisi strategis.

Demikian disampaikan Sukanto (34), Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Centre, Jumat (6/5/2011). Ia menyampaikan hal itu sebelum mengarahkan sejumlah mahasiswa Universitas Dharma Persada, Kelapa Dua, Duren Sawit, Jakarta Timur.

Sukanto mengakui, target menguasai negara tersendat karena ada sekelompok elite NII yang mengambil jalan pintas lewat politik.

"Tahun 2009, ada lima anggota NII yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR lewat Partai Republikan. Tapi niat mereka menjadi wakil rakyat gagal karena partai mereka terdepak oleh ketentuan electoral threshold. Kelima elite NII yang mewakili lima daerah pemilihan ini antara lain mewakili daerah pemilihan Tangerang dan Bogor," papar Sukanto.

Ia mengatakan, NII di bawah kepemimpinan Panji Gumilang alias Samsul Alam alias Abu Totok mengubah haluan NII dari gerakan radikal militer menjadi gerakan pendidikan.

"Oleh karena itu, NII di bawah Panji Gumilang dengan segala cara mengumpulkan dana untuk membiayai kegiatan pendidikan yang berkualitas. Buktinya, hampir seluruh aliran dana mengucur ke Pondok Pesantrean Al-Zaytun," ungkapnya.

NII berharap pondok pesantren ini kelak melahirkan tokoh-tokoh besar NII yang memiliki latar belakang prestasi pendidikan akademis yang tinggi. Dengan demikian, peluang para tokoh ini untuk merebut jabatan strategis di pemerintahan maupun dunia usaha kian terbuka. Sukanto mengatakan, dana NII diperoleh dari iuran anggota, kegiatan mencari sumbangan, dan mencuri.

"Jumlah anggota NII di Jakarta saja 151.000 orang. Mereka bekerja mencari sumbangan secara bergantian, hampir 24 jam tanpa henti. Anak-anak pondok pun dikerahkan mengemis di SPBU-SPBU, sementara kader lainnya mencuri komputer jinjing di lingkungan kampus. Bayangkan, dalam waktu dua bulan mereka mampu mencuri 50 komputer jinjing, yang mereka jual dengan harga Rp 5 juta," ungkap Sukanto.

Rekrutmen

Ia menjelaskan, NII mengutamakan rekrutmen anggota di lingkungan siswa SMA dan sederajat yang duduk di kelas III. Mereka dipersiapkan membangun jaringan di kampus-kampus saat mereka menjadi mahasiswa.

"Jadi, jangan heran kalau kasus-kasus NII di lingkungan kampus meledak justru di Malang, Jawa Timur, Provinsi Riau, dan Aceh Barat. Saat terungkap, terbukti bahwa para mahasiswa itu dikader saat duduk di kelas III SMA atau sederajat di Jakarta. Dari Jakarta, mereka menyebar ke penjuru Tanah Air lewat kampus-kampus," ucap Sukanto.

Menurut dia, para kader muda NII diawasi ketat oleh senior-senior dan jaringan di atasnya. Hal itu sudah berlangsung sejak proses rekrutmen dilakukan. "Kalau mereka menghilang, bakal dicari dan diteror sampai mereka kembali ke pangkuan NII," tandasnya.

Agar lingkungan kampus terhindar dari pengaruh jaringan NII, Sukanto mengusulkan supaya para pengelola kampus memberikan sanksi dan peringatan yang jelas mengenai larangan terlibat NII. Sebab, kegiatan NII inkonstitusional. "Mahasiswa juga harus bersikap kritis dan tegas menolak terlibat NII," tandas Sukanto.

Ia mengatakan, sampai sekarang, laporan orang hilang yang diduga diculik NII sebanyak 80 orang, sementara yang sudah teridentifikasi baru 35 orang. Ia mengaku pernah menjadi pemimpin NII setingkat kecamatan di Tebet, Jakarta Selatan, tahun 1996-2001.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com