Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seniman Tolak Gedung Baru DPR

Kompas.com - 28/04/2011, 02:37 WIB

Jakarta, Kompas - Sejumlah pelukis Jakarta menggelar aksi melukis bersama di depan gedung DPR di Jakarta, Rabu (27/4) siang. Lewat berbagai lukisan yang menggambarkan gedung wakil rakyat sebagai ”WC umum”, para seniman memprotes rencana pembangunan gedung baru DPR dan kinerja wakil rakyat yang dinilai kian melenceng dari perjuangan rakyat.

Para pelukis itu antara lain Hardi, Odji Lirungan, Yayah TS, Willy Yusuf, Ridwan Manantik, dan Kasiman. Mereka membawa kanvas kosong yang disandarkan di pelataran di depan pintu gerbang gedung DPR. Secara bersama-sama mereka kemudian melukis dengan tema DPR sebagai ”WC umum”.

Lukisan rata-rata menampilkan sosok gedung DPR lama dan rencana gedung baru. Di antara gedung digambarkan orang- orang sedang buang hajat. Gedung wakil rakyat seperti menjadi arena WC umum massal.

Pelukis Hardi, misalnya, menampilkan lukisan puluhan orang yang tengah berpikir sambil bertopang dagu, mirip pose patung terkenal ”The Thinker” karya seniman Perancis, Auguste Rodin. Namun, sambil bertopang dagu, orang-orang itu ternyata duduk di atas kloset. Artinya, meski tampak serius, sebenarnya mereka sedang buang hajat.

”DPR sekarang sudah seperti WC umum. Jadi tempat elite membuang kotoran politik, seperti korupsi, transaksi, permainan, atau manipulasi,” ujarnya.

Pelukis lain, Odji Lirungan, melukiskan gedung baru DPR berbentuk U terbalik. Di atas gambar gedung bertingkat itu ada satu sosok besar yang juga sedang buang hajat. Sementara di bawahnya tampak gambar rakyat kecil tergencet.

”Anggota DPR ini sudah bebal. Diapa-apakan saja, mereka bergeming. Kami, para seniman, mengkritik dengan gambar yang menghina seperti ini. Semoga mereka sadar,” katanya.

Dalam lukisan-lukisan itu, kata ”DPR” juga dipelesetkan dengan banyak kepanjangan, seperti Dewan Penipu Rakyat atau Dewan Parasit Rakyat. Semua itu kritik seniman atas kinerja anggota parlemen yang sudah tak lagi memperjuangkan nasib rakyat, tetapi bekerja untuk diri sendiri.

Alokasi anggaran pembangunan gedung baru tersebut mencapai Rp 1,138 triliun. Luas bangunan setinggi 36 lantai itu mencapai 157.586 meter persegi. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat telah menyampaikan somasi agar pembangunan gedung tersebut dibatalkan. Selain itu, Indonesia Corruption Watch sudah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut dugaan penggelembungan anggaran pembangunan gedung baru DPR yang mencapai Rp 602 miliar.

Menurut Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, unjuk rasa para pelukis di depan DPR itu menunjukkan bahwa rencana gedung baru DPR ditolak semua lapisan masyarakat. Lembaga swadaya masyarakat, Forum Rektor, badan eksekutif mahasiswa dari banyak perguruan tinggi, dan masyarakat umum sudah lama meneriakkan penolakan. Kini, giliran seniman. Namun, pimpinan DPR tetap ngotot membangun gedung baru.

”Ini juga menunjukkan akumulasi kekesalan masyarakat atas berbagai masalah yang menerpa DPR selama ini. Mereka meminta fasilitas mewah, tetapi kerjanya buruk,” ujarnya.

Secara terpisah, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional DPR Teguh Juwarno menyatakan, aksi protes tujuh pelukis terhadap anggota DPR seharusnya tidak dianggap sebagai penghinaan, tetapi peringatan. Anggota DPR harus mendengarkan kritik tersebut dengan berupaya meningkatkan kinerja.

”Kalau saya melihat, aksi itu untuk mengingatkan DPR,” katanya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/4)

Menurut Teguh, protes dan kritik merupakan konsekuensi yang harus diterima pejabat publik yang digaji dengan uang rakyat, termasuk DPR, sehingga anggota DPR harus mendengarkan suara dan keinginan rakyat.

Salah satu yang dapat dilakukan DPR adalah tak memaksakan pembangunan gedung baru. Pasalnya, mayoritas masyarakat meminta pembangunan gedung Rp 1,138 triliun itu dibatalkan.

Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kinerja legislasi. DPR harus lebih produktif mengeluarkan undang-undang yang memihak kepentingan rakyat. (IAM/NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com