Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Khawatir Disangka Korupsi

Kompas.com - 13/04/2011, 03:48 WIB

Jakarta, Kompas - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat khawatir dituduh melakukan tindak pidana korupsi jika rencana pembangunan gedung baru DPR senilai Rp 1,138 triliun dibatalkan. Hal ini terkait dengan pertanggungjawaban dana sekitar Rp 9 miliar yang sudah dikeluarkan dalam persiapan pembangunan gedung tersebut.

Hal itu diungkapkan Romahurmuziy, Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR, Selasa (12/4) di Jakarta. Ia mengungkapkan, dalam rapat konsultasi pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi dan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), pimpinan DPR sempat mempertanyakan, jika rencana pembangunan gedung DPR dibatalkan atau diulang dengan sayembara, bagaimana mempertanggungjawabkan uang sekitar Rp 9 miliar yang telah dikeluarkan.

”Dalam administrasi kenegaraan, jika uang sudah dikeluarkan, tetapi rencana dibatalkan, pengeluaran itu dapat disebut sebagai korupsi. Ini yang dikhawatirkan,” kata Romahurmuziy.

Secara terpisah, Wakil Ketua BURT DPR Pius Lustrilanang justru prihatin terhadap munculnya rumor yang mengarah pada pembunuhan karakter pimpinan DPR, pimpinan BURT, dan Sekretaris Jenderal DPR. Rumor itu adalah pemberian suap sehingga DPR tetap memutuskan melanjutkan pembangunan gedung DPR. Bahkan, ada tanda jadi yang sudah dibagikan kepada fraksi-fraksi di DPR.

”Mendengar saja, saya ngeri. Itu semua fitnah,” kata Pius dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Dalam rapat konsultasi pimpinan DPR, Fraksi Gerindra dan Fraksi Partai Amanat Nasional menolak rencana pembangunan gedung DPR itu dilanjutkan.

Menurut Pius, ada sejumlah pihak yang menghalalkan segala cara untuk menggagalkan pembangunan gedung baru DPR. Saat desakan melalui media dan politik adu domba tak berhasil, sekarang dijalankan fitnah. Namun, ia menolak menyebutkan pihak yang diduga menghalalkan segala cara tersebut.

Sebaliknya, Selasa, sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Gedung DPR kembali mendatangi gedung DPR untuk menyerahkan sekitar 75 lembar somasi dari masyarakat. Somasi pertama, sekitar 500 lembar, dikirimkan kepada DPR pada 7 April lalu. Melalui somasi itu, DPR diminta membatalkan rencana pembangunan gedung baru DPR dan meminta maaf kepada masyarakat.

Kurnia Palma dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menuturkan, jika somasi ini tidak ditanggapi hingga 19 April 2011, akan dilakukan penyelesaian secara hukum. Koalisi akan mengajukan citizen lawsuit (gugatan oleh warga negara terhadap penyelenggara negara) sedikitnya di 15 daerah. Gugatan itu ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua DPR Marzuki Alie, pimpinan DPR, anggota BURT DPR, dan Sekretaris Jenderal DPR.

KPK diminta menyelidiki

Secara terpisah, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah di Jakarta, Selasa, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memprioritaskan menyelidiki laporan penggunaan anggaran rencana pembangunan gedung baru DPR. Alasannya, pembangunan gedung baru DPR mendapat eskalasi penolakan dan kemarahan publik serta meresahkan masyarakat. ”Dengan adanya laporan dari masyarakat, KPK harus cepat dan memprioritaskan menyelidiki laporan itu,” katanya.

Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya Zainuddin Maliki, Selasa di Surabaya, menyatakan, sikap DPR yang bersikukuh melanjutkan pembangunan gedung baru, kendati ditolak rakyat, dipertanyakan banyak pihak. Karena itu, KPK harus turun tangan menyelidiki dana yang sudah dipakai DPR. (nwo/fer/ina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com