Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi Yudisial Temukan Pengabaian Bukti

Kompas.com - 13/04/2011, 02:53 WIB

Jakarta, Kompas - Komisi Yudisial menengarai adanya indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam penanganan perkara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar. KY menilai, ada pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan oleh hakim baik di tingkat pertama, banding, maupun kasasi.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki, Selasa (12/4), menyatakan, ”Ini yang menarik, mengapa hal yang sama juga dilakukan oleh tiga majelis hakim.”

Bukti yang dimaksud, ujar Suparman, adalah pengabaian keterangan ahli balistik dan forensik Abdul Mun’in Idris. Bukti lain adalah baju korban (almarhum Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Rajawali Putra Banjaran) yang tak dihadirkan di persidangan. Padahal, baju korban adalah bukti yang sangat penting.

Pengabaian bukti itu, ujar Suparman, merupakan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim, khususnya prinsip profesionalitas serta kehati-hatian.

Terkait dengan hal itu, KY akan memanggil sejumlah pihak seperti ahli balistik dan forensik, pengacara Antasari sebagai pihak pelapor, serta para hakim yang menangani perkara tersebut.

KY juga akan memanggil para hakim yang menyidangkan perkara tersebut, mulai tingkat pertama hingga kasasi. ”Nanti, mereka akan kami panggil paling akhir. Kami ingin menyisir dulu, seperti kalau makan bubur panas,” kata Suparman.

Majelis hakim perkara Antasari di tingkat pertama diketuai Herri Swantoro, tingkat banding diketuai Muchtar Arifin, dan tingkat kasasi ditangani hakim agung Artidjo Alkostar (ketua majelis), Suryajaya, dan Moegihardjo. Antasari dihukum 18 tahun penjara baik oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, maupun Mahkamah Agung. Antasari sedang mengajukan peninjauan kembali (PK).

Temuan KY tersebut sejalan dengan dissenting opinion atau pendapat berbeda yang diajukan hakim agung Suryajaya dalam putusan kasasi Antasari. Suryajaya menilai adanya kesalahan penerapan hukum yang dilakukan judex factie (PN Jaksel dan PT DKI Jakarta), yakni pengesampingan keterangan ahli.

Menurut Suryajaya, hakim dapat mengesampingkan keterangan ahli sepanjang keterangan itu tidak relevan. Sebaliknya, keterangan tersebut menjadi imperatif untuk dipertimbangkan jika keterangan ahli itu bersifat menentukan seperti keterangan ahli pemeriksaan sidik jari, forensik atau balistik. Keterangan mereka sangat urgen untuk menentukan siapa pelaku sesungguhnya. (ANA)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com