Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangunan Miliaran Rupiah Minim Pemanfaatan

Kompas.com - 08/04/2011, 03:53 WIB

Oleh GIANIE dan BIMA BASKARA

Aset atau harta kekayaan negara di pusat hingga daerah, mengacu pada kerangka hukum perdata Indonesia, adalah segala yang termasuk dalam benda tak bergerak dan bergerak.

Benda tak bergerak berupa tanah dan bangunan di atasnya serta potensi kekayaan alam di dalamnya. Benda bergerak berupa benda berwujud (mesin, kendaraan, dan perhiasan) dan tak berwujud (hak cipta dan merek).

Aset atau harta terbangun berkembang karena didukung alokasi belanja atau konsumsi pemerintah. Dalam struktur perekonomian negara, konsumsi atau belanja pemerintah berkontribusi dalam pembangunan selain konsumsi masyarakat.

Belanja pemerintah diharapkan kian membesar untuk menggerakkan perekonomian. Arahnya pada pembangunan fisik, baik gedung, sarana, maupun prasarana lain. Melalui pembangunan fisik, pemerintah membuka lapangan kerja, terutama padat karya, selain menaikkan permintaan dan produksi barang sektor konstruksi, seperti semen dan baja.

Namun, semangat pembangunan fisik itu baru sebatas pengadaan, masih lemah dalam optimalisasi pemanfaatan dan pemeliharaan. Belum terlihat upaya yang mampu menjamin keberlanjutan nilai ekonomis dan pemanfaatan aset di masa mendatang.

Peran otonomi

Setelah pemberlakuan otonomi daerah, pembangunan sarana fisik menjamur di hampir semua wilayah provinsi dan kabupaten/ kota. Semangatnya sama, yakni mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Pasal 152 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan perencanaan pembangunan daerah berdasarkan informasi akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi, antara lain, mencakup keuangan, potensi sumber daya, kependudukan, dan informasi dasar kewilayahan.

Alih-alih berjalan memakai patokan peraturan, proyek fisik pemerintah banyak yang hadir sporadis atau spontan ketimbang terencana.

Hal tersebut tecermin dari bangunan pemerintah yang sempat terbengkalai atau bahkan tetap terbengkalai hingga kini, antara lain terminal, pusat perbelanjaan, pasar, rumah sakit, hingga stadion olahraga.

Paling tidak, terdapat dua faktor yang berkontribusi terhadap terbengkalainya bangunan. Pertama, terkait informasi dasar kewilayahan. Pembangunan gedung atau sarana dan prasarana kerap tak memiliki informasi lengkap mengenai spesifikasi yang dibutuhkan.

Ketika Pasar Jodoh di Kota Batam, yang berlantai dua untuk 1.400 pedagang itu, selesai dibangun, aktivitas perdagangan justru terjadi di luar kawasan pasar. Penyebabnya karena lokasi sebagian pasar, khususnya lantai dua, menjauhi pembeli.

Kalianda Trade Center di Lampung Selatan atau Terminal Tipe A Mangkang di Semarang pun sama masalahnya. Terminal Mangkang tidak bisa beroperasi maksimal justru karena pola trayek yang sudah ada.

Kedua, kurangnya perhatian pada pemanfaatan sesuai potensi sumber daya daerah. Tak jarang, suatu proyek pembangunan hanya dilaksanakan karena pertimbangan prestise.

Contohnya, Stadion Jakabaring yang akan menjadi salah satu lokasi penyelenggaraan SEA Games XXVI 2011. Setahun setelah digunakan untuk Pekan Olahraga Nasional XVI 2004, sejumlah sarana olahraga, seperti gedung senam dan bulu tangkis serta lapangan olahraga sepatu roda, sofbol, bisbol, dan panjat tebing, sangat jarang dimanfaatkan, bahkan untuk latihan. Hanya stadion sepak bola yang digunakan untuk markas dan tempat klub Sriwijaya FC menjamu lawan. Tahun ini, untuk mempersiapkan SEA Games, diperlukan dana renovasi Rp 34 miliar.

Selayaknya pemerintah (daerah) lebih cermat merencanakan pembangunan wilayahnya agar keberlanjutan manfaat dapat dirasakan dalam jangka panjang. Menghadirkan sarana fisik berbiaya miliaran rupiah harus sesuai dengan kebutuhan dan peruntukan, lalu dipelihara.

(GIANIE/BIMA BASKARA/LITBANG KOMPAS)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com