Enjas Raya (21), penumpang yang duduk di deretan belakang, terpelanting hingga keluar bus dan tergencet badan bus yang terguling. Warga Pandeglang itu meninggal seketika.
Seorang penumpang lainnya, Andi (21), harus dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Enjas dan Andi adalah buruh bangunan yang bersama tiga kawan lainnya hendak pulang kampung ke Pandeglang.
”Waktu itu ada sekitar 10 penumpang. Penumpang lain selamat karena berpegangan. Enjas waktu itu sedang tertidur,” kata Musroni (2
Nana (21), kawan korban lainnya yang duduk di belakang
Menurut Nana, bus metromini memang kerap ngebut di jalan, terutama apabila berkejaran dengan bus lain. Namun, karena tak punya pilihan lain yang terjangkau, ia tetap naik bus bertarif Rp 2.000 per orang itu.
Rudi, tukang ojek yang mangkal di sekitar lokasi, mengatakan, metromini pembawa maut itu memang ngebut. ”Untungnya pagi tadi tidak ramai kendaraan,” katanya.
Berdasarkan hasil sementara penyelidikan Satlantas Polres Metro
Wawan mengaku baru kurang dari satu tahun bisa mengendarai metromini. Sebelumnya, mengendarai mobil pun ia tak bisa. Wawan juga mengaku sebagai sopir tembak atau sopir pocokan menggantikan sopir asli. Pada hari kerja, dia biasanya jadi kenek.
”Hukuman bakal lebih berat,” kata Kepala Satlantas Polres Jaksel Komisaris Lilik Sumardi. Akan tetapi, mengingat tersangka masih anak-anak, mungkin akan ada kebijakan lain.
Metromini atau angkutan umum lain di Jakarta banyak yang masih berlaku ugal-ugalan di jalan. Pekan lalu, Metromini 47 juga menabrak pengendara sepeda motor di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Duren Sawit. Pembonceng sepeda motor meninggal, sementara pengendaranya terluka. Sebelumnya, bus kopaja juga menabrak wartawan Global TV di Gondangdia, Jakarta Pusat, sampai kondisi koma dan menewaskan pengendara sepeda motor di Jagakarsa.
Beberapa sopir di depan Pasar Minggu memang mengaku masih di bawah 18 tahun. ”Daripada nganggur,” kata Januar (17).
Mereka ngebut untuk mengejar calon penumpang. Selain itu, ada semacam kompetisi di antara para sopir.
Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, berpendapat, kondisi angkutan umum di Jakarta sangat buruk. ”Sering kali sopir itu hanya kenek bus yang ’naik pangkat’. Bekalnya sekadar bisa injak gas dan rem. SIM saja tidak punya,” kata Tulus.
Kondisi ini menyebabkan angkutan umum kerap ugal-ugalan di jalan dan membawa maut.