Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi, Siapa yang Menyetujui?

Kompas.com - 02/04/2011, 05:42 WIB

Penolakan rencana pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat, yang dianggarkan Rp 1,138 triliun, ternyata tak hanya terjadi belakangan ini. DPR periode 2004-2009 secara resmi juga pernah menolak desain gedung berbentuk huruf U terbalik yang mirip gedung parlemen Cile itu.

”Kami menolak desain itu karena sebelumnya tak pernah dibicarakan dan tak dihasilkan dari sayembara. Saat itu, tiba-tiba saja Sekretariat Jenderal (DPR) menyodorkan desain itu kepada kami,” kenang Darul Siska, anggota DPR periode 2004-2009.

Darul mengenang, munculnya desain gedung itu bermula dari tekad DPR periode 2004-2009, untuk meningkatkan kinerja. Pada tahun 2006 dibentuk Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR. Tahun 2008 tim berubah nama jadi Tim Peningkatan Kinerja DPR, dengan Darul Siska, yang saat itu Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar, menjadi anggota. Anggota lain tim itu antara lain, Lukman Hakim Saifuddin (Fraksi PPP) dan Eva Kusuma Sundari (Fraksi PDI-P).

Tim itu, lanjut Darul, lalu membuat sejumlah rekomendasi, seperti perlunya peningkatan kehadiran anggota DPR di persidangan, intensifikasi komunikasi dengan rakyat, hingga peningkatan kualitas hasil legislasi. ”Kami juga merekomendasikan adanya desain besar penataan ulang kompleks parlemen. Saat itu kami belum bicara adanya gedung baru untuk DPR,” kenang Darul.

Namun, dalam suatu rapat Tim Peningkatan Kinerja DPR pada awal tahun 2009, menurut Darul, tiba-tiba Sekretariat Jenderal DPR menyodorkan konsep gedung baru DPR berbentuk huruf U terbalik, seperti yang sekarang ramai dibicarakan.

”Saat itu kami kaget, mengapa Setjen DPR maju sekali. Tim lalu memutuskan menolak desain itu karena kami belum bicara gedung baru untuk DPR. Penolakan ini secara resmi dilaporkan di Rapat Paripurna DPR dan saat itu Rapat Paripurna DPR menerima penolakan kami,” tutur Darul.

Lukman Hakim Saifuddin, yang kini Wakil Ketua MPR, menuturkan, alasan lain penolakan karena desain itu tidak diputuskan lewat sayembara. ”Kami ingin penataan desain gedung melalui sayembara agar dapat diperoleh rancang bangun terbaik yang mencerminkan keindonesiaan. Sayembara juga akan mewujudkan transparansi, terutama terkait anggaran,” ujar Lukman.

Rencana sayembara itu diberitakan Kompas pada 10 Februari dan 15 Mei 2009. Dalam berita 10 Februari 2009, Sekjen DPR Nining Indra Saleh menuturkan, Setjen bekerja sama dengan konsultan membuat rencana induk kompleks parlemen. Namun, masih penyempurnaan dan akan melibatkan masyarakat melalui sayembara.

Namun, hingga DPR periode 2004-2009 mengakhiri tugasnya, sayembara itu tidak pernah terdengar pelaksanaannya. ”Saya tidak pernah mendengar ada sayembara itu,” kata Lukman.

Namun, Ketua DPR Marzuki Alie menegaskan, pada Januari 2010 ia memperoleh gambaran lengkap gedung baru DPR itu sehingga berpendapat tak perlu ada sayembara. ”Sayembara apa? Saya masuk ke sini, desain dan anggaran sudah ada,” katanya. Dia menambahkan, konsultan pembangunan gedung juga sudah ada, berikut anggaran.

Namun, Lukman Hakim dan Darul Siska menegaskan, DPR periode 2004-2009 tidak pernah menyetujui desain gedung DPR itu, apalagi anggarannya.

Jadi, siapa yang menyetujui?

(M HERNOWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com