Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parpol Harus Batalkan

Kompas.com - 02/04/2011, 05:41 WIB

Jakarta, Kompas - Rencana pembangunan gedung baru DPR beranggaran Rp 1,138 triliun menunjukkan ada pertentangan dengan prinsip moralitas publik. Oleh karena itu, pemimpin partai politik diminta untuk membatalkan rencana proyek pembangunan gedung DPR tersebut.

”Rencana pembangunan gedung DPR memakan biaya amat besar, tetapi tak bisa dijamin bersih dari bagi-bagi proyek dan penunjukan rekanan,” ujar Haryadi, pengajar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, Jumat (1/4) di Surabaya.

Pembangunan gedung DPR bisa dipertanggungjawabkan jika untuk menopang pengoptimalan kerja DPR dan bukan untuk fungsi lain, seperti kenyamanan. Ketika tak dapat dipertanggungjawabkan, rencana pembangunan gedung bisa diubah.

Seharusnya, kata pakar Hukum Tata Negara Saldi Isra, pimpinan partai politik membatalkan pembangunan gedung baru itu jika parpol merupakan representasi publik. ”Aspirasi dan tekanan publik kan besar untuk menolak pembangunan gedung itu. Jangan DPR berjalan dengan logika sendiri, tetapi harus memerhatikan suara publik,” ujar Saldi.

Ketua Umum Partai Hanura Wiranto dalam pelantikan pelatihan kader di Jakarta, Kamis (31/3), mengatakan, pembangunan gedung baru DPR bukanlah prioritas. ”Masih banyak hal lain yang lebih penting. Kita harus mendengarkan suara hati rakyat,” ujar Wiranto.

Hingga kemarin, sebagian anggota DPR terus menggalang gerakan moral menolak rencana gedung baru. ”Kami masih terus menghimpun dukungan dari anggota lintas fraksi,” kata Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Teguh Juwarno.

Ada beberapa anggota memotori petisi penolakan, di antaranya dari F-PAN, F-PKB, F-Gerindra, F-Hanura, dan F-PPP. Anggota F-PKB, Malik Haramain, membenarkan, fraksinya menolak pembangunan gedung baru. ”PKB meminta rencana gedung baru dievaluasi,” katanya.

Menurut Ketua DPR Marzuki Alie, rakyat biasa jangan diajak membahas pembang- unan gedung baru. Hanya orang-orang elite, orang-orang pintar yang bisa diajak membicarakan masalah itu.

”Kalau rakyat biasa dibawa memikirkan bagaimana perbaikan sistem, bagaimana perbaikan organisasi, bagaimana perbaikan infrastruktur, rakyat biasa pusing pikirannya. Rakyat biasa dari hari ke hari, yang penting perutnya berisi, kerja, ada rumah, ada pendidikan, selesai. Jangan diajak mengurus yang begini. Urusan begini, ajak orang-orang pintar bicara, ajak kampus bicara,” kata Marzuki di Senayan, Jumat.

Menurut Marzuki, jika rakyat ditanya apakah DPR membutuhkan gedung baru, jawabannya pasti tidak. Ini terjadi karena tidak dijelaskan sebelumnya. ”Namun, kalau ditanya bagaimana kita ingin memperbaiki DPR dari posisi sekarang menjadi posisi ke depan, kita jelaskan keperluannya, baru ada gedung di sana, baru orang bilang, ooh perlu gedung,” tutur Marzuki

Hingga kemarin, menurut Kepala Biro Pemeliharaan Pembangunan dan Instalasi Setjen DPR Soemirat, pihaknya sudah menerima delapan dokumen dari 11 pendaftar tender proyek gedung baru, yaitu PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Nindya Karya, PT Duta Graha Indah, PT Jaya Konstruksi, PT Tiga Mutiara, dan Kerja Sama Operasi antara PT Wijaya Karya dan PT Adhi Karya. Namun, Setjen masih menunggu keputusan DPR untuk melanjutkan atau menunda pengerjaan proyek itu.

(INA/ONG/WHY/NTA/NWO/FER)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com