Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menimbang RUU Intelijen Negara

Kompas.com - 31/03/2011, 04:35 WIB

Oleh Usman Hamid

Pemerintah mengusulkan agar Badan Intelijen Negara diberi wewenang menyadap dan menangkap seseorang atau badan hukum. Kewenangan yang dipercaya dapat membuat intelijen bekerja efektif itu disampaikan saat dimulai pembahasan RUU Intelijen Negara yang diajukan DPR kepada Presiden pada 23 Desember 2010.

Usulan ini hendak mencontoh intelijen M15 Inggris yang berwenang melakukan pengintaian langsung, intrusif, dan penyadapan komunikasi. Atau Center for Strategic and International Studies (CSIS) AS yang diberi wewenang memasuki tempat terbuka/tertutup, mengakses, mencari, mengambil, memindahkan, dan mengembalikan rekaman/salinan dokumen atau benda apa pun. Juga mau mencontoh intelijen Australia, Australian Security Intelligence Organisation (ASIO), yang berwenang menyadap komunikasi, menggunakan pelacak dan pendengar, mengakses komputer, memeriksa surat, dan menginterogasi seseorang terkait terorisme.

Dalam diskursus keamanan nasional (baca: keamanan negara), menjadi tidak kontroversial jika wewenang itu diterapkan dalam keadaan darurat, ditujukan kepada pihak musuh asing yang secara nyata (imminent) mengancam kedaulatan dan keselamatan hidup bangsa. Ia menjadi kontroversial dalam diskursus demokrasi konstitusional karena dinilai melanggar kebebasan sipil (HAM) serta mengaburkan batas wewenang kekuasaan intelijen (eksekutif) dan yudikatif.

RUU Intelijen Negara yang kini dibahas DPR merancukan dua diskursus tersebut. RUU merumuskan fungsi intelijen dalam nomenklatur lama, yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan (Pasal 6). Selain itu, naskah 46 pasal ini tidak sistematis dan ada istilah serta substansi yang multitafsir sehingga berpotensi disalahgunakan.

Siapa pihak lawan?

Contohnya, istilah pihak lawan dari dalam atau luar negeri pada Bab I Ketentuan Umum butir 9. Lalu, substansi fungsi pengamanan: ”...untuk mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan intelijen dan/atau pihak lawan yang merugikan kepentingan dan/atau stabilitas nasional” (Pasal 6 Ayat 2). Sama halnya substansi fungsi penggalangan (Pasal 6 Ayat 3).

Pertanyaannya, siapa yang dimaksud pihak lawan, di dalam dan di luar negeri? Apa yang dimaksud merugikan kepentingan dan/atau stabilitas nasional? Ini membuka interpretasi seperti pada masa lalu ketika kelompokkelompok kritis, seperti serikat buruh, petani, kaum miskin kota, atau aktivis HAM dan prodemokrasi, dituduh sebagai lawan yang mengganggu kepentingan penguasa, pembangunan, dan stabilitas nasional sehingga terjadi pelanggaran HAM masif.

Istilah merugikan atau menguntungkan kepentingan dan/atau stabilitas nasional juga sebaiknya diganti melindungi keamanan nasional yang berarti keselamatan negara (bukan kekuasaan) dan keselamatan bangsa, termasuk setiap manusianya.

Keselamatan manusia juga termasuk manusia personel intelijen. Karena itu, ketentuan Pasal 16 dan 23 tentang perlindungan personel intelijen diperluas dengan mencakup jaminan kerja (kesejahteraan), keselamatan fisik diri dan keluarga, serta hak menolak perintah atasan yang dinilai menabrak hukum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com