JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi Demokrat DPR RI Jafar Hafsah membuat hadirin lainnya tersenyum simpul dan tertawa menyindir karena 'kesrimpet' bicara. Ketika membuka acara diskusi Fraksi Demokrat bertajuk 'Penguatan Koalisi Mendukung Sistem Presidensial', Senin (14/3/2011), dia menyebut PDI-P sebagai anggota koalisi. Dia juga menyebut PDI-P pada urutan pertama. Tentu saja, caranya ini mengundang tawa kemudian.
"Kemarin ada koalisi enam partai, yaitu PDI-P, eh maaf...," ungkapnya sambil tertawa keras. "Pertama adalah Demokrat berkoalisi dengan PKS, PKB, PPP, PAN dan yang terakhir Golkar. Jadi kalau direpresentatifkan di DPR RI itu 74 persen suara. Memenangkan suara 61 persen. Kursi dari Fraksi Demokrat 26 persen, dengan koalisi tadi menjadi 74 persen," lanjutnya kemudian.
Kesalahan Jafar tampak lucu karena sebelumnya pascapembahasan usulan hak angket perpajakan DPR RI, Demokrat sangat intens membina komunikasi politik dengan PDI-P untuk membujuk partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini masuk ke dalam koalisi dan menyumbangkan orang masuk ke kabinet. Namun, hingga saat ini, PDI-P masih menolaknya. Demokrat disebut-sebut gerah dengan tingkah Golkar dan PKS dalam pembahasan usulan hak angket perpajakan dan ingin mengganti keduanya dengan keberadaan PDI-P dan Gerindra.
Menurut Jafar, dalam diskusi kali ini, Demokrat memerlukan pencerahan mengenai sistem presidensiil dan multipartai sekaligus. Koalisi berupa kebersamaan yang kritis dan bertujuan untuk rakyat perlu terus dibangun tapi ketika ada perbedaan, caranya untuk berbeda dalam sebuah kebersamaan harus dicari.
"Contohnya dalam soal usulan hak angket pajak. Sampai kemarin misalnya harus voting hak angket atau tidak. Persoalan pajaknya sudah sama. Satu koalisi menyeberang. Maka perlu mendiskusikan membicarakan sistem presidensiiil ini kalau kita memang pilih. Ini adalah juga sekaligus bagian dari sistem perpolitikan nasional yang harus kita rampungkan pada periode ini agar fondasi kita berpolitik menjadi kuat, bagus, jelas, dapat permanen untuk waktu jangka panjang," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.