Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilihan oleh DPRD Untungkan Parpol Besar

Kompas.com - 11/02/2011, 03:46 WIB

Jakarta, Kompas - Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang saat ini disiapkan Kementerian Dalam Negeri disinyalir hanya menguntungkan partai-partai politik besar.

”Pemilihan gubernur dan wakil gubernur oleh DPRD jelas menguntungkan parpol yang menguasai DPRD seperti Partai Demokrat dan Partai Golkar,” tutur Airlangga Pribadi, pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga di Jakarta, Kamis (10/2). Ketentuan itu dirasa sangat politis. Apalagi jika kebijakan ini diterapkan sebelum 2014. Ketentuan ini bisa menjadi bagian dari konsolidasi partai berkuasa.

Terpisah, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan, berbagai poin krusial dalam RUU Pilkada masih dikaji. Pemilihan gubernur secara langsung memakan biaya sangat besar dan bisa berkisar hingga Rp 50 miliar. Pemilihan langsung pun meninggalkan dampak pada birokrasi dan tim sukses.

Pemilihan gubernur melalui DPRD, menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan, untuk mendapatkan pemimpin yang punya integritas, kapasitas, rekam jejak, dan kecakapan dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Jangan sampai terpilih pemimpin yang setelah bertugas malah berurusan dengan hukum dan masuk penjara.

Ujung pemilihan langsung hanya pemerintahan yang dibentuk dengan ongkos sangat mahal sehingga kepala daerah mencari-cari cara untuk mengembalikan modalnya. Ongkos politik yang mahal ini dituding membuat kepala daerah menyalahgunakan wewenang dan memainkan politik dinasti.

Oleh karena itu, selain pemilihan diwakilkan kepada DPRD, kerabat gubernur yang tiba-tiba mencalonkan diri juga dilarang turut serta dalam pilkada. Ketentuan mengenai hal ini, lanjut Djohermansyah, masih akan dikaji supaya tidak melanggar hak asasi.

Djohermansyah juga membantah anggapan kemunduran sistem jika pemilihan gubernur kembali di tangan DPRD. Anggota DPRD dipilih dengan suara terbanyak sehingga semestinya lebih berhati-hati dalam memilih calon kepala daerah yang layak.

Djohermansyah menyatakan, apabila kehidupan politik sudah membaik, mungkin saja pemilihan gubernur dikembalikan ke pemilihan langsung.

Saat ini RUU Pilkada masih dalam tahap finalisasi dan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. Setelah dipaparkan di Kabinet Indonesia Bersatu II, draf RUU Pilkada akan dikirimkan kepada DPR.

Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan, selama dua tahun MK menangani kasus sengketa pilkada, hanya satu putusan yang bermasalah, dalam arti tidak dilaksanakan. Putusan tersebut adalah putusan sengketa Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat.

”Yang lain semua jalan. Termasuk juga 33 sengketa yang ditangani pada 2009,” kata Mahfud di Jakarta, Kamis (10/2).

Hakim Konstitusi Akil Mochtar mengungkapkan, persoalan Kotawaringin Barat yang hingga kini belum punya pemimpin definitif sebenarnya bukan persoalan MK lagi. MK sudah memutuskan, hanya saja Komisi Pemilihan Umum setempat tidak bersedia melaksanakan putusan MK, padahal undang-undang jelas menyebutkan bahwa KPU wajib melaksanakan putusan itu. ”Kekosongan itu menjadi tanggung jawab KPU,” kata Akil.(INA/ANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com