Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jurnalisme Profetik, Panggilan Pers Masa Depan

Kompas.com - 09/02/2011, 04:42 WIB

Umar Natuna

Pers atau media massa, sebagaimana dikatakan oleh sosiolog dan pakar komunikasi Marshall McLuhan, adalah ekstensi manusia (the extension of man).

Menurut McLuhan, kodrat pembawaan dan kebutuhan esensial manusia adalah berkomunikasi. Melalui komunikasi, manusia menyatakan diri, berbicara, menerima dan menyampaikan pesan, berdialog, serta menyerap apa yang dilihat dan didengarnya.

Sebagai hasil karya budaya masyarakat manusia, pers atau media massa memberikan tempat bagi individu dan masyarakat—dengan pelbagai latar belakang, asal-usul sosial, dan peradaban yang dimiliki—ekspresi, gagasan, pemikiran, dan aksinya.

Revolusi informasi telah menyebabkan meningkatnya jumlah ataupun kualitas media massa atau pers di tengah-tengah kita. Setiap saat, di mana pun kita berada, kita dikepung dan dijejali pelbagai informasi dengan segala kekurangan dan kelebihannya serta kebaikan dan keburukannya. Ironisnya, peta bumi kekuatan informasi dunia itu sangatlah timpang.

Negara-negara maju (Barat) memegang hegemoni dalam arus informasi dunia sehingga menciptakan pola hubungan ”pusat-pinggiran” (center-periphery) yang bersifat deterministik. Diperkuat oleh proses arus informasi, tercipta struktur dominasi negara maju sebagai ”pusat”, di mana produk-produk dan ke- inginan sosial, ekonomi, ataupun politik menjadi konsumsi negara berkembang sebagai ”pinggiran”.

Keadaan seperti ini telah menyebabkan negara-negara pusat, kata Johan Galtung, ”merupakan jendela dunia” (window of the world) bagi negara-negara pinggiran.

Oliver Boyd-Barret, mahaguru ilmu komunikasi pada Open University AS, dalam penelitiannya terhadap pemanfaatan jasa infomasi dari AS dan negara-negara Barat lain oleh negara-negara Asia, menemukan fakta, arus informasi dari negara-negara maju itu mendominasi isi media cetak dan elektronik tanpa ada kemampuan dari negara-negara Asia untuk mengimbanginya baik dalam hal materi informasi yang dihasilkan maupun kecanggihan teknologinya.

Keadaan ini telah memunculkan apa yang disebut Barret sebagai ”imperialisme media”. Preferensi penyebaran informasi dan pemberitaan itu biasanya erat kaitannya dengan persoalan ”ideologis”. Barat menganut ideologi free flow of ideas by words and image. Ideologi ini kemudian diterjemahkan: bebas memberitakan apa saja yang menarik diketahui umum tanpa mempersoalkan konsepsi tradisional, budaya, ataupun agama dari obyek yang dijadikan bahan berita.

Bahkan pemberitaan yang berhubungan dengan Islam dan masyarakat Islam sering kali disertai dengan imaji-imaji distortif. Itulah sebabnya, Edward Said dalam Covering Islam secara tajam mengkritik cara-cara kantor berita Barat menyajikan Islam sebagai berita, yang dinilainya superfisial.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com