Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim "Ad Hoc" Pertanyakan Status

Kompas.com - 04/02/2011, 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Hakim ad hoc tindak pidana korupsi pada tingkat pengadilan negeri mempertanyakan status hakim ad hoc. Status hakim ad hoc selama ini cenderung tidak dianggap sebagai pejabat negara. Jika tidak berstatus pejabat negara, hakim ad hoc tindak pidana korupsi pun tidak dapat membuat putusan atas nama negara.

Hal itu diungkapkan salah satu hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) pada tingkat pengadilan negeri dari Semarang, Jawa Tengah, Marsidin Nawawi, setelah bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Tumpa di Jakarta, Rabu (2/2).

Marsidin didampingi enam hakim ad hoc tipikor lain dari Semarang, Surabaya, dan Bandung, yaitu Asmadinata, Daniel Panjaitan, Lazuardi L Tobing, Sinintha Sibarani, Kartini Marpaung, dan Titi Sansiwi.

”Kami mempertanyakan kepada Ketua MA, apakah hakim ad hoc merupakan pejabat negara atau bukan,” kata Marsidin. Status hakim ad hoc sebagai pejabat negara atau tidak sangat berdampak untuk mendapatkan remunerasi.

Menurut Marsidin, sesuai dengan ketentuan, hakim ad hoc tipikor mendapatkan uang kehormatan sebagai pendapatan per bulan, yaitu sebesar Rp 13 juta per bulan. Namun, uang kehormatan bagi hakim ad hoc tipikor belum terealisasi dalam satu bulan ini.

Hakim ad hoc tipikor dari Bandung, Jawa Barat, Daniel Panjaitan, menambahkan, hakim ad hoc tipikor sebenarnya juga mendapatkan hak-hak lain, seperti uang pindah, uang sewa rumah, uang transportasi, dan peralatan kantor.

Akan tetapi, hak-hak belum terealisasikan sejak hakim ad hoc tipikor menandatangani pernyataan menjalankan tugas. ”Saya sendiri menandatangani pernyataan itu akhir Desember 2010,” kata Daniel.

Marsidin menambahkan, lambatnya realisasi hak-hak yang seharusnya diperoleh hakim ad hoc tipikor cukup mengganggu atau menghambat kinerja hakim ad hoc. ”Hakim ad hoc tipikor seharusnya tidak perlu memikirkan hal-hal itu, tetapi memikirkan perkara,” tuturnya.

Terkait dengan yang disampaikan hakim ad hoc tersebut, menurut Marsidin, Harifin Tumpa mengatakan bahwa status hakim ad hoc merupakan pejabat negara. Terkait dengan remunerasi dan hak-hak lain yang seharusnya diperoleh hakim ad hoc, Harifin juga terus berupaya memenuhi itu semua.

Adapun Sekretaris MA Rum Nessa mengatakan, pihaknya saat ini tengah mengupayakan agar gaji serta hak-hak hakim ad hoc tindak pidana korupsi segera bisa dicairkan. Pihaknya sudah mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar tanda bintang pada anggaran pengadilan tipikor segera dihilangkan.

Menurut Rum Nessa, saat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) keluar, pengadilan tipikor di daerah (Surabaya, Bandung, dan Semarang) belum terbentuk. Saat itu tiga pengadilan tersebut masih dalam tahap persiapan sehingga DIPA untuk pengadilan tipikor masih diberi tanda bintang. Artinya, DIPA tersebut belum dapat cair.

Sementara itu, salah satu hakim ad hoc tipikor dari Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Gazalba Saleh, mengungkapkan, pihaknya kini telah memasuki bulan kedua bertugas di Surabaya. Saat ini Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya tengah menangani 22 perkara. ”Namun, pencairan uang kehormatan dan fasilitas-fasilitas lain belum terjadi,” ujarnya.

(son/ana/fer)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com