Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangan Balik DPR

Kompas.com - 02/02/2011, 02:58 WIB

Reza Syawawi

Tong kosong nyaring bunyinya. Inilah gambaran sikap anggota Komisi III DPR yang menolak kehadiran Bibit S Rianto dan Chandra Hamzah dalam rapat kerja, dengan alasan keduanya masih berstatus tersangka (31/1). Alasan yang jelas mengada-ada dan tidak berdasar argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

Sikap ini ditengarai sebagai bentuk solidaritas dan balas dendam DPR atas penahanan 19 politisi oleh KPK yang diduga menerima suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) BI Miranda S Goeltom (Kompas, 1/2).

Fakta di atas memunculkan pandangan bahwa DPR sesungguhnya telah keluar dari demarkasi pemberantasan korupsi dan justru berbalik menjadi korup, menyalahgunakan kewenangan untuk melemahkan KPK.

Status Bibit-Chandra yang dipermasalahkan anggota Komisi III DPR adalah persoalan hukum yang telah diputuskan menurut hukum yang berlaku. Keputusan untuk menerapkan deponeering sebagai kewenangan hukum jaksa agung atas perkara kedua pemimpin KPK ini adalah putusan hukum yang final dan harus dihormati semua pihak termasuk DPR.

Perjalanan rekayasa kasus Bibit-Chandra sempat terkatung-katung di tangan Jaksa Agung karena penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) bermasalah. Namun, persoalan akhirnya selesai dengan penetapan deponeering. Kebijakan ini diambil karena desakan publik begitu kuat untuk menghentikan kasus yang sarat rekayasa ini.

Rekayasa

Penerbitan SKPP bisa dianggap sebagai bentuk pengakuan bahwa kasus ini memang direkayasa. Kebijakan ini diterapkan dengan alasan hukum yang keliru sehingga sangat mudah untuk dibantah. Terbukti gugatan sidang praperadilan yang diajukan Anggodo dikabulkan pengadilan. Pengadilan kemudian memerintahkan untuk melanjutkan proses hukum kasus ini.

Deponeering menjadi pilihan terakhir bagi Jaksa Agung untuk menghentikan kasus ini. Secara hukum, Jaksa Agung memiliki kewenangan khusus mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (Pasal 35 Huruf c UU Kejaksaan).

Berdasarkan prinsip oportunitas ini, kasus Bibit-Chandra secara otomatis tidak bisa dilanjutkan proses hukumnya. Artinya, status tersangka yang disandang oleh kedua pemimpin KPK hilang dengan sendirinya. Lembaga mana pun, baik DPR maupun lembaga yudisial sekalipun, tidak memiliki wewenang membatalkan keputusan deponeering ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com