Jakarta, kompas -
Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata tingkat kejahatan penduduk Indonesia yang 118 per 100.000 penduduk. Sementara Markas Besar Polri menugaskan 31.153 anggotanya di Polda Metro Jaya. Artinya, seorang polisi di Jakarta dan sekitarnya melayani 711 warga.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar, Selasa (18/1), membenarkan hal itu. ”Ya, betul. Itu sesuai dengan posisi Jakarta sebagai ibu kota negara serta pusat kegiatan nasional dan internasional. Masalah sosial lebih rumit sehingga lebih sering menimbulkan gesekan kepentingan antarpihak,” kata Boy.
Perihal banyaknya anggota Polri yang bertugas di Polda Metro Jaya, Boy menyatakan hal itu wajar. Sebab, Jakarta, yang memiliki karakteristik dan persoalan lebih kompleks dibandingkan wilayah polda lain, harus memiliki personel cukup untuk memberikan rasa aman kepada penghuninya. ”Mobilitas anggota polisi di Polda Metro jauh lebih besar sehingga perlu anggota yang juga lebih banyak,” ujarnya.
Dari sisi rasio pelayanan, di luar Jakarta, seorang polisi melayani rata-rata 1.000 penduduk. ”Melihat kondisi geografis, karakter, dan persoalan wilayahnya,” kata Boy.
Beberapa waktu lalu, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman menyatakan, kebutuhan sistem identitas tunggal bagi masyarakat sangat mendesak, mengingat kompleksitas masalah dan keadaan di Ibu kota dan sekitarnya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Herry Rudolf Nahak mendesak penerapan sistem identitas tunggal di wilayah hukum Polda Metro Jaya untuk kepentingan pencegahan dan pengungkapan kejahatan. ”Lebih baik jika sistem identitas tunggal tersebut dilengkapi basis DNA
Sebelumnya, Direktur Lembaga Eijkman Herawati Sudoyo mengatakan, penerapan kartu identitas tunggal lewat kartu cip DNA sebagai kartu tanda penduduk (KTP) mempercepat pengungkapan kasus dan pencegahan kejahatan. ”Melalui sistem ini polisi memiliki bank data DNA yang mampu melacak kecenderungan-kecenderungan perilaku penjahat lewat analisis forensik. Lewat sistem ini, polisi dan departemen dalam negeri di sejumlah negara membuktikan mampu mengambil berbagai langkah pencegahan kejahatan,” kata Herawati.
Di Amerika Serikat, penerapan kartu cip DNA terbatas untuk pekerja yang berisiko tinggi meninggal, seperti tentara, polisi, dan petugas pemadam kebakaran. Di beberapa negara, polisi mengganti KTP penjahat yang tertangkap dengan kartu cip DNA. Namun, kini Polri baru memiliki dokumen sidik jari yang dibuat di atas kertas jenis AK-23 yang mudah rusak.(WIN/ECA/NEL/TRI)