Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahan Pakan Ternak Dikenai Bea Masuk

Kompas.com - 07/01/2011, 04:03 WIB

Jakarta, Kompas - Kebijakan pengenaan bea masuk untuk bahan baku pakan ternak impor akan berdampak pada penurunan daya beli produk ternak dan terpangkasnya pendapatan peternak. Kebijakan baru ini juga dinilai menghambat pertumbuhan industri peternakan nasional.

Hal ini diungkapkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman, Kamis (6/1) di Jakarta.

Pemerintah melalui Menteri Keuangan pada 22 Desember 2010 menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241 Tahun 2010 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan No 110/PMK.010/ 2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.

Ada 90 kode HS dalam Permenkeu yang berkaitan dengan industri peternakan. Ke-90 barang impor itu dikenai bea masuk dari 0 persen menjadi rata-rata 5 persen. Hal itu di antaranya bungkil kedelai, tepung bungkil jagung, tepung ikan, rape seed meal, premiks, dan tepung gandum atau pollard.

Sudirman menjelaskan, pengenaan bea masuk impor akan mendorong kenaikan harga pakan ternak Rp 250-Rp 300 per kilogram, dari harga pakan untuk unggas yang berlaku sekarang Rp 4.000 per kg.

Tak hanya itu, biaya produksi usaha ternak juga naik. GPMT menghitung, dengan pengenaan bea masuk 5 persen, akan mengurangi pendapatan peternak hingga 50 persen. Keuntungan peternak dengan mengusahakan unggas, baik pedaging maupun petelor, hanya Rp 500-Rp 600 per kilogram.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Anton J Supit mengatakan, pihaknya tak bisa memahami kebijakan baru ini. Kalau bea masuk dikenakan sebagai bentuk tarif barier untuk menumbuhkan daya saing produk sejenis di dalam negeri, masih bisa dimengerti. ”Setiap mengeluarkan kebijakan, pemerintah sebaiknya memerhatikan filosofi dari kebijakan itu,” katanya.

Ketua Umum Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Yudi Guntara Noor mengatakan, naiknya harga pakan akan mendorong peningkatan biaya produksi dan daya saing. Belum lagi industri peternakan dihadapkan pada kenaikan bahan baku pakan lokal, seperti jagung, akibat gangguan produksi.

Semakin tinggi biaya produksi, semakin mahal harga produk. Pada saat yang sama, daya beli masyarakat rendah. Akibatnya, produk pangan impor akan lebih banyak masuk ke Indonesia.

Ketua Dewan Hortikultura Nasional Benny A Kusbini menjelaskan, bungkil kedelai dan tepung bungkil jagung bukan substitusi dari kedelai atau jagung karena hanya ampas. Kalaupun bea masuk kedelai dikenakan, tak akan mendorong peningkatan produksi kedelai nasional.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com