Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Itu Menyatukan

Kompas.com - 02/01/2011, 08:29 WIB

KOMPAS.com — Bencana alam yang menimpa Wasior, Mentawai, dan Gunung Merapi tahun lalu menyentak rasa kemanusiaan bangsa Indonesia. Rakyat mengorbankan waktu, tenaga, dan pekerjaan demi membantu korban bencana. Mereka tidak menunggu publikasi. Mereka hanya menjalankan ajaran leluhur, saling menolong tanpa pamrih.

Hasruddin (24) tengah berunding dengan beberapa pengungsi dan warga di Desa Wasior Dua, Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Rabu (22/122010). Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Papua Barat itu sedang membahas kekurangan material untuk membuat sumur bagi pengungsi.

”Kalau material sudah cukup, nanti kita bisa kerjakan sama-sama, ya, Pak,” kata Hasruddin kepada Koordinator Hunian Sementara Wasior Dua, Hugo Ramar (46).

Hunian Sementara Wasior Dua terdiri dari lima barak yang diisi 60 keluarga. Setelah pembangunan sumur, aktivitas akan dilanjutkan dengan pembangunan instalasi air ke barak-barak pengungsi. ”Sekarang, pengungsi masih mengambil air bersih yang berjarak hingga 300 meter. Sangat repot dan melelahkan,” keluh Hugo.

Wasior Dua termasuk desa yang dihantam banjir bandang pada 4 Oktober 2010. Banjir yang meluluhlantakkan Wasior itu menewaskan 169 orang. Selain itu, 115 orang hilang dan 9.460 orang mengungsi. Setelah sejenak larut dalam duka, upaya untuk menata kehidupan yang baru mulai menggeliat. Dengan harapan baru, masyarakat bergerak sendiri membenahi tempat tinggal dan fasilitas umum. Sebagian besar dengan bergotong royong seperti yang dibuat Hasruddin bersama warga dan pengungsi.

Ikatan batin

Sikap untuk menolong sesama muncul begitu saja. Mereka tidak mengharapkan sesuatu dari membantu korban bencana alam. Mereka hanya ingin meringankan beban saudara-saudara sebangsa yang tengah menderita.

Seperti halnya Yanto, Kepala Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Saat ribuan warga Kecamatan Dukun, Magelang, dan Selo, Boyolali, mengungsi besar-besaran akibat erupsi Gunung Merapi, 5 November 2010, dia langsung menyiapkan penampungan dan dapur umum. Walaupun Desa Banyuroto tidak ditunjuk sebagai lokasi pengungsian, Yanto dengan sigap menyiapkan 90 rumah warga, sekolah, dan balai desa untuk menampung para pengungsi.

Dia pun langsung menginstruksikan warga menyumbang lima bungkus nasi dan lauk-pauk setiap keluarga untuk kebutuhan pangan pengungsi. Ikatan batin senasib sepenanggungan membuat warga tak berkeluh kesah melayani para pengungsi sampai pemerintah turun tangan. Semuanya dilakukan warga Desa Banyuroto dengan senang hati. ”Menolong sesama adalah kewajiban kita semua,” ujar Yanto.

Hal serupa juga terjadi di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Sebagian besar permukiman warga di Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan, di pantai barat Sumatera yang terkenal dengan ombak indah untuk berselancar, musnah diterjang tsunami pada hari Senin (25/10/2010). Gempa berkekuatan 7,2 skala Richter di kedalaman 10 kilometer sejauh 78 kilometer sebelah barat daya Pulau Pagai Selatan, Mentawai, memicu gelombang setinggi 10 meter. Sebagian korban menderita karena bantuan tak segera datang. Korban selamat kemudian menolong yang lain tanpa bertanya lebih dulu, siapa yang mereka evakuasi.

Ritin Saleleubaja (27), yang tinggal di Dusun Sabeugukgung, Desa Betumonga, Kecamatan Pagai Utara, kehilangan istri (Resna) dan anak mereka, Esna Saleleubaja (8) serta Isda Saleleubaja (5). Ritin termasuk dalam 50 warga selamat dari 260 jiwa penduduk Sabeugukgung. Begitu pula Misbun Johanes Sababalat (28), warga Dusun Lakau, Desa Bulasat, Pagai Selatan. Dia menjadi segelintir yang selamat dari banyak korban jiwa.

Mereka bahu-membahu mencari korban-korban lain yang terserak hanyut dibawa gelombang. Ada yang tersangkut di pohon, ada yang tenggelam di rawa, dan ada juga yang tertimpa reruntuhan bangunan. Ritin dan Misbun terus berjalan kaki mengevakuasi korban tewas sambil mencari makanan bagi korban-korban luka. Kampung tempat tinggal mereka pun menjadi kuburan warga lain. Mereka baru beristirahat saat relawan dari daratan mulai masuk ke Kepulauan Mentawai, Kamis (28/10/2010).

Menjadi relawan bukan pekerjaan mudah. Mereka harus mampu memahami kondisi psikologis para pengungsi dan menghadapi mereka dengan arif. Kadang ada pengungsi yang marah karena tidak mendapatkan bantuan, yang disalurkan melalui kepala desa. Relawan harus mampu menjelaskan hal ini dengan baik tanpa menyudutkan siapa pun.

”Ketika mereka mengucapkan terima kasih dengan tulus, saat itulah saya merinding dan muncul kepuasan batin,” ungkap Hasruddin.

Mengundurkan diri

Seperti yang dialami Alfius Zachawerus, relawan dari Pekanbaru, Riau, yang sudah sebulan lebih berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Setiap ada bencana alam, Alfius langsung pamit ke perusahaan untuk menjadi relawan ke lokasi bencana, seperti gempa di Padang, Sumatera Barat, dan erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Karena manajemen tak memberinya izin atau cuti, dia pun mengundurkan diri dan tetap berangkat.

”Saya minta izin mau pergi ke Mentawai, tetapi tidak diizinkan. Ya sudah, saya mengundurkan diri,” tutur Alfius. Dia pun mengundurkan diri sebagai pengemudi perusahaan katering.

Tekadnya hanya satu, menolong korban bencana. Sikap ringan tangan dan kerelaan berkorban untuk membantu korban bencana ternyata membuat Alfius tak kesulitan mencari pekerjaan baru sepulang dari kawasan bencana.

Keikhlasan membantu sesama ini juga ditunjukkan lima warga Dusun Tumalei, Desa Silabu, Pagai Utara. Kornelius Saogo (65), Christian Berisigep, Libertius Saogo, Robertinus Saogo, dan Mortius Saogo (almarhum), melalui ahli warisnya, Nurman Saogo, menghibahkan 7 hektar lahan untuk relokasi kampung mereka yang musnah dihantam tsunami.

Mereka tidak menuntut ganti rugi kepada warga yang lain atau pemerintah karena tak ingin penduduk Tumalei kembali tinggal di lokasi yang rawan tsunami. Mereka juga merelakan tanaman di kebun ditebang untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan.

(DWI BAYU RADIUS/ INGKI RINALDI/ REGINA RUKMORINI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com