Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Akui Praktik Percaloan

Kompas.com - 13/10/2010, 07:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat mengakui, praktik calo anggaran melibatkan berbagai pihak, termasuk anggota DPR. Hanya saja, kalangan di daerah mengaku lebih suka melobi langsung kepada anggota DPR karena lebih efektif dalam memperoleh tambahan anggaran.

”Calo anggaran itu ada dan nyata. Mereka beraksi sejak pengalokasian dalam pagu indikatif di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pembahasan bersama DPR dan pemerintah, hingga pelaksanaannya di Kementerian Keuangan,” kata Bambang Soesatyo, anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Golkar, Selasa (12/10/2010) di Jakarta.

Keterangan Bambang ini dibenarkan Trimedya Panjaitan, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DPR, yang pernah enam bulan duduk di Badan Anggaran DPR. Dia menjelaskan, percaloan juga dapat dilakukan dengan mendekati anggota Badan Anggaran DPR.

Lebih lanjut Bambang menuturkan, para kepala daerah, baik secara langsung maupun lewat orang-orangnya, biasa mulai bergerilya di Kementerian Keuangan agar mendapat alokasi anggaran berdasarkan pagu indikatif dari Bappenas. Mereka terus mengawal alokasi anggaran itu hingga pembahasan di Gedung DPR.

”Suruhan kepala daerah yang bergerilya biasanya pengusaha yang kelak memperoleh proyek dari alokasi anggaran yang mereka kawal,” papar Bambang.

Dalam mengawal alokasi di DPR, para pengusaha ini biasanya tidak langsung mendatangi anggota DPR satu per satu. Mereka cenderung lewat partai politik atau fraksi di DPR.

”Nanti, partai politik atau fraksi yang memerintahkan anggotanya di Badan Anggaran atau panitia kerja DPR untuk bersikap terhadap pos tertentu,” ujar Bambang.

Untuk praktik ini, para pengusaha biasa memberikan fee 10 persen dari nilai anggaran yang dikawal. Biaya untuk fee biasanya diambil dari potensi keuntungan yang akan diraih pengusaha tersebut dari proyek dalam anggaran yang dibela.

Trimedya Panjaitan menuturkan, percaloan dilakukan dengan mendekati anggota Badan Anggaran. ”Bagaimana praktik persisnya, saya kurang tahu karena hanya sebentar di Badan Anggaran,” tutur Trimedya.

Untuk mengurangi percaloan, menurut Trimedya, usulan dari kepala daerah itu sebaiknya resmi disampaikan lewat partai politik yang mengusungnya di pemilu kepala daerah. Selanjutnya, partai akan memperjuangkannya lewat anggotanya di DPR.

”Jadi, partai politik tidak hanya menjadi kendaraan seseorang untuk menduduki jabatan kepala daerah. Partai juga terus bertanggung jawab dan membantu kinerja kepala daerah yang mereka usung,” papar Trimedya.

Mantan Ketua DPRD Jawa Timur Fathorrasjid di Surabaya membenarkan bahwa DPR, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan diduga menjadi tempat utama calo anggaran beraksi.

Dia menjelaskan, semua usulan anggaran daerah harus dimasukkan ke pusat melalui Kementerian Dalam Negeri. Usulan itu kemudian dikaji dan dimainkan oleh oknum di Kementerian Dalam Negeri.

Sementara di DPR biasanya melibatkan oknum anggota yang daerah pemilihannya menempati daerah yang melobi kenaikan anggaran. Oknum tersebut akan mengawal agar usulan anggaran suatu daerah disetujui.

Menurut dia, salah satu cara mendeteksi mata anggaran yang melibatkan percaloan atau tidak bisa dilihat dari daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). Jika ada program yang mendapat dana lebih besar dari rata-rata yang lain, patut dicurigai. Lobi ke DPR

Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin yang pernah didekati calo anggaran menegaskan, daripada menggunakan calo anggaran, lebih baik pemerintah daerah mengadakan rapat dengar pendapat dengan DPR. Melalui rapat tersebut, pemerintah daerah dapat mengemukakan program kerjanya kepada DPR.

”Sebenarnya, yang paling penting meyakinkan DPR dan Kementerian Keuangan bahwa program pemerintah daerah benar-benar untuk kepentingan rakyat,” ungkapnya.

Ketua Fraksi PDI-P DPRD Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Yustinus Sani mengakui, kuatnya jaringan pemerintah daerah, seperti halnya Pemerintah Kabupaten Ende, dalam membangun lobi membuat peluang untuk mendapatkan kucuran dana dari pusat menjadi lebih besar.

Jaringan dimaksud adalah hubungan atau komunikasi dengan fraksi-fraksi di DPR, anggota DPR dari daerah pemilihan Flores, Nusa Tenggara Timur, atau anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Sementara itu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo di Jakarta, Selasa, seusai menyampaikan sambutan Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun Anggaran 2010 kepada DPR menjelaskan, BPK menemukan 4.708 kasus ketidakpatuhan pemerintah daerah terhadap peraturan dan perundang-undangan, yang menyebabkan potensi kerugian negara Rp 3,55 triliun. Meski demikian, BPK tidak dapat menyimpulkan adanya praktik percaloan anggaran di daerah karena membutuhkan pemeriksaan yang lebih mendalam.

”Kami juga mencatat temuan SPI (Sistem Pengendalian Internal) dan berbagai ketidakpatuhan terhadap peraturan. Dari 348 LKPD (laporan keuangan pemerintah daerah) yang diperiksa, kami menemukan 3.179 kasus kelemahan SPI dan 4.708 kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan senilai Rp 3,55 triliun,” ungkap Hadi. (Tim Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com