Jakarta, Kompas -
Selain 63 perda diskriminatif itu, ada 20 rancangan perda yang diskriminatif. Pada kurun waktu sama, hanya tujuh perda yang tidak diskriminatif. Data ini dipaparkan Komnas Perempuan dalam diskusi ”Media, Negara, dan Tubuh Perempuan”, Rabu (6/10) di Jakarta.
”Ada yang karena naif saja. Mereka pendek pikir saja,” kata Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani. Menurut dia, mayoritas perda yang diskriminatif dan khusus menyasar perempuan dengan alasan moralitas dan agama lahir dari perasaan takut dan panik. Contohnya, wacana tes keperawanan untuk siswa baru sebagai usulan rancangan perda di Provinsi Jambi.
Wacana ini merupakan konstruksi sosial yang menempatkan tubuh dan seksualitas perempuan sebagai hal yang perlu diatur tidak hanya melalui lembaga sosial, tetapi juga dengan menggunakan perundang-undangan.
Andy mengingatkan, persoalan tes keperawanan itu bukan hanya pada tesnya, melainkan juga pada dampak lanjutan yang melanggar hak asasi manusia, seperti stigma dari masyarakat. (LUK)