Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekaman dan CDR Belum Selesai

Kompas.com - 19/08/2010, 02:49 WIB

Jakarta, Kompas - Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri harus bisa memberikan klarifikasi soal rekaman dan data berupa daftar telepon antara Ade Raharja dan Ary Muladi, yang belum diserahkan kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Masalah ini dinilai sangat serius karena menyangkut kredibilitas Polri.

”Masalah rekaman belum selesai karena masih menyisakan banyak pertanyaan, seperti mengapa pihak kepolisian selama ini mengesankan ada rekaman dimaksud,” kata Taufik Basari, kuasa hukum Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, di Jakarta, Rabu (18/8). Hal itu disampaikan Taufik terkait dengan sikap Kapolri yang memilih menghindar memberikan penjelasan soal rekaman itu.

Taufik menambahkan, jikapun ternyata yang dimiliki Polri hanya data berupa daftar telepon (call data record/CDR), mengapa di depan DPR disebut sebagai bukti kuat. ”Sebenarnya apa isi CDR tersebut? Apakah nomor yang tercatat benar nomor Ary Muladi-Ade Raharja?” katanya.

Taufik juga mempertanyakan mengapa bukti itu tidak disertakan dalam berkas perkara Chandra-Bibit. ”Apakah sengaja ditutupi atau karena disadari memang itu bukan bukti kuat dan tidak dapat mendukung tuduhan terhadap kasus itu?” ujarnya.

Menurut Taufik, fakta menunjukkan ada yang ditutup-tutupi dan ada pelanggaran prosedur. ”Seharusnya sebagai pimpinan institusi penegak hukum, Kapolri tidak bisa membiarkan pelanggaran ini terjadi kecuali jika memang dikehendaki oleh Kapolri sendiri,” katanya.

DPR tegas

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho berharap agar Presiden mengambil tindakan tegas terhadap pejabat Polri yang telah mengkhianati kepercayaan masyarakat dan dinilai menjadi bagian dalam rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK. ”Kalau Presiden tidak mempertanyakan soal itu ke Kapolri, integritasnya juga perlu diragukan,” katanya.

Selain itu, menurut Emerson, DPR seharusnya juga bersikap tegas terkait masalah ini. ”DPR seharusnya marah karena dibohongi,” ucapnya. (AIK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com