Jakarta, Kompas
Acara itu dihadiri Rieke dan anggota Komisi IX DPR lain, yaitu Ribka Tjiptaning dan Nursuhud, di sebuah restoran di Banyuwangi pada 24 Juni 2010. Ketiganya diundang sebagai anggota Dewan. Rieke menyatakan, ia memiliki bukti acara itu tak dibubarkan panitia, melainkan oleh organisasi kemasyarakatan.
”Kami tadi menyerahkan juga rekaman DVD dari panitia,” kata Rieke seusai diperiksa. Rieke menyatakan, saat ia dan rekan anggota DPR lainnya diusir, anggota ormas itu mencaci maki dan menuduh kegiatan tersebut untuk menyebarluaskan komunisme.
Pengacara Rieke, Arteria Dahlan, menambahkan, sebelum terjadi ribut-ribut dan pengusiran, beberapa anggota ormas itu berada di dalam restoran yang menjadi lokasi acara. Mereka sempat mendengarkan materi saat acara berlangsung.
”Ketika mereka membubarkan acara secara paksa itu, ada salah seorang dari ormas tersebut yang berseru, ’Ini perintah dari Dandim.’ Kami sendiri juga heran kenapa mereka bisa ada di acara kami, bahkan sempat mendengarkan materi acara sebelum kemudian bertindak tidak menyenangkan,” kata Arteria.
Oleh sebab itu, Arteria berharap polisi juga berani mengusut tuntas latar belakang pembubaran itu. Polisi harus berani menindak siapa pun yang terlibat di balik pembubaran acara itu.
”Mencermati kronologinya, kami meyakini peristiwa pembubaran itu sistematis. Entah apa motifnya,” ujar Arteria.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang mengatakan, berdasarkan penggalian informasi dari penyidik kepada saksi dalam acara itu, pembubaran dilakukan panitia. Pembubaran dilakukan setelah diminta ormas. Meski demikian, polisi berkomitmen menuntaskan perkara tersebut.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid menyatakan, pihaknya dan sejumlah organisasi nonpemerintah lain akan memantau penuntasan kasus itu oleh Polri. Usman dan perwakilan organisasi lainnya juga menemui Kepala Polri untuk memastikan komitmen Polri membongkar kasus itu.