Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budaya Berpikir Kritis Dapat Cegah Terorisme

Kompas.com - 17/07/2010, 04:08 WIB

Jakarta, Kompas - Ketiadaan budaya berpikir kritis dalam pengajaran agama dapat menjadi pintu masuk bagi pandangan dan perilaku ekstrem di kalangan murid. Sikap ekstrem tersebut pada akhirnya dapat mengarah pada aktivitas terorisme. Budaya berpikir kritis ini diharapkan dapat mencegah sikap dan perilaku ekstrem.

Demikian terungkap dalam diskusi dan peluncuran buku Temanku Teroris? yang ditulis pengamat terorisme Noor Huda Ismail di Toko Buku Gramedia Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (15/7). Huda menulis memoar kisah hidup Utomo Pamungkas alias Fadlulah Hasan alias Mubarok, temannya di Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Mubarok merupakan salah satu terpidana peristiwa bom Bali I.

”Dalam tradisi di JI (Al Jamaah Al Islamiyah), ada prinsip sami’na wa ato’na, kami mendengar, kami ikuti atau kami taat. Harusnya sami’na wa pikir-pikirna. Tidak ada budaya critical thinking sehingga hal itu menjadi pintu menuju ekstremisme,” ujar Huda.

Huda juga mengkritisi kealpaan negara atau pemerintah yang tidak melakukan rekonsiliasi antara keluarga mantan narapidana dan keluarga dari korban-korban bom. Huda kini membantu mendampingi para mantan narapidana terorisme melalui yayasan yang dipimpinnya, yakni Yayasan Prasasti Perdamaian.

Menurut Huda, saat ini yayasannya mendampingi 10 mantan narapidana terorisme. Mereka diajak dan diberikan tanggung jawab oleh Huda untuk menjalankan berbagai macam usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka sendiri.    Selain itu, mereka juga diajak sebanyak-banyaknya bergaul dengan kalangan plural.

Dengan cara seperti itu, katanya, kemungkinan mereka untuk kembali ke aktivitas radikal terbatasi. Dalam hal ini, Huda mengaku sejauh ini lebih memercayai metode disengagement, yaitu mantan napi diupayakan terputus dari kesempatan untuk berhubungan dengan aktivitas kekerasan. (SF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com