Jakarta, Kompas -
”Tidak perlu dirombak, hanya disesuaikan saja arah saf-nya,” kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan Shaberah ketika ditemui di kantor MUI, Jakarta, Rabu (14/7).
Sebelumnya MUI mengeluarkan fatwa pada 22 Maret 2010 yang isinya, antara lain, mengatur mengenai arah kiblat yang disebutkan ke arah barat.
Namun, kemudian Ketua MUI Bidang Fatwa Ma’ruf Amin merevisi arah tersebut karena posisi negara Indonesia yang tidak berada di wilayah timur Kabah.
”Indonesia letaknya tidak di timur pas Kabah, tetapi agak ke selatan. Jadi, arah kiblat kita juga tidak barat pas, tetapi agak miring, yaitu arah barat laut,” kata Ma’ruf.
Namun, Ketua MUI meminta agar revisi arah itu tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat untuk menyesuaikan arah masjid yang selama ini dibangun dengan konsep bahwa kiblat di arah barat Indonesia dan melakukan perombakan besar-besaran.
”Tidak mutlak arahnya karena yang dituju bukan fisik Kabah, tetapi jihat (arah) Kabah, dan itu bisa berbeda-beda di setiap tempat. Di Jawa, arah kiblat ini berbeda dengan di Kalimantan misalnya,” papar Amidhan.
Dalam fatwa yang dikeluarkan MUI tanggal 22 Maret 2010 atau Fatwa MUI Nomor 03 Tahun 2010 tentang Kiblat itu disebutkan bahwa kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat Kabah adalah menghadap ke bangunan Kabah, sedangkan kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Kabah adalah arah Kabah.
Dalam fatwa itu juga disebutkan bahwa letak geografis Indonesia berada di bagian timur Kabah/Mekkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat.
Fatwa terakhir itulah yang kemudian diralat karena kemudian didapati bahwa letak Indonesia tidak persis di arah timur Kabah, melainkan agak ke selatan.(Antara)