Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara Seniman Perempuan di Hari Kartini

Kompas.com - 17/04/2010, 23:03 WIB

Oleh Edy M. Ya'kub

"Saya selalu merasa menjadi perempuan pada setiap peringatan Hari Kartini," ucap pelukis Natalini Widhiasi (46).

Ungkapan itu dilontarkan seniman perempuan yang akrab disapa Lini itu di sela-sela pameran 22 perupa perempuan bertajuk "Woman Artists Carnival" di Surabaya, 16 April-16 Mei 2010.

"Di hari-hari lain di sepanjang tahun, nggak ada beda antara perempuan dan laki-laki," ujarnya ketika ditemui di House of Sampoerna (HOS) Jalan Taman Sampoerna, Surabaya.

Namun, saat hari Kartini ia merasa perempuan lebih dihargai. Putri perupa kondang Tedja Suminar itu mengaku ada perbedaan sesaat antara perempuan dan laki-laki yang terkait dengan masalah kodrat.

"Awalnya, saya nggak mau menikah dan ingin berkeliling melukis, tapi saya akhirnya merasa berdosa bila melawan kodrat alami itu," tutur Lini yang dinikahi Prof Ekobudi Djatmiko (Pembantu Rektor IV ITS) pada tahun 1988.

Pelukis yang pernah berpameran dengan Affandi pada usia 12 tahun itu akhirnya mengalami apa yang disebutnya dengan istilah "interval alam" bagi perempuan karena kodratnya sebagai istri atau ibu.

"Saat itu, saya gelisah karena harus kembali ke dapur, tapi saya diingatkan teman untuk memanfaatkan kegelisahan dalam ’interval alam’ itu sebagai inspirasi di waktu-waktu lain. Kadang-kadang saya berkreasi dalam masakan," kilah alumnus psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) itu.

Setelah ketiga buah hatinya, Ellinas Jalusamya Jatmiko (21),  Gitareta Megan Djatmiko (17), dan Kaditya Kenjanapalesi Djatmiko (14), mulai beranjak dewasa, maka ia mulai menemukan kesempatan untuk berkreasi lagi.

"Jadi, perempuan itu bila nggak bisa berkreasi bukan berarti dia nggak mampu atau terbelakang, tapi karena ada tugas dari alam sesuai kodratnya," tandasnya.

Peraih medali perak di "Shankar’s International Children Competition" di India pada tahun 1973 itu menuturkan perempuan dan laki-laki itu hakikatnya tidak berbeda.

"Soal semangat dan kreativitas itu nggak kalah di waktu-waktu lain. Bedanya, hanya ada interval bagi kaum perempuan sesuai kodratnya," kilahnya.

Dalam pameran itu, Lini tidak sendirian, karena ada karya rekan-rekannya yakni Kartika Affandi, Hening Purnamawati, Bilaningsih, Laksmi Sitoresmi, Wara Anindyah, Jenny Lee, Dona Prawita Arisuta, dan Chrysanti Angge.

Selain itu, Adrinalia, Woro Indah Lestari, Millie Huang, Titiana Irawani, Enok Maemunah, Djanjang Purwosetijanti, Pandansari K, Alvi Lufiani, Miranti Minggar Triliani, Cia Syamsir, Noor Sudiyati, Suprihatin, dan Ikanov.

Puluhan karya yang dipamerkan di House of Sampoerna antara lain topeng logam berjudul "Maha Dewi I" dan "Maha Dewi II", piring keramik berbentuk daun, lukisan pada sebuah kuali, dan berbagai lukisan lainnya.

Namun, puluhan karya lainnya dipamerkan di Orasis Art Gallery di Jalan HR Muhammad, Surabaya.

Di House of Sampoerna, lukisan yang dipajang antara lain berjudul"Amazing Peak", "Harmony", "Contemplatif", "Lowong Waktu", "Selamat Datang di Ibukota", "Tentang Mata, Matahari dan Hujan Mahameru", "You Give Me Everything", "Perang Sunyi", dan "Warisan Nenek."

Lukisan berjudul "Bunga Gemilia Rilis" karya Kartika Affandi menyajikan lukisan serangkaian bunga dengan warna-warna cerah.

Warna-warna yang cerah juga dipilih Pandansari Kusumo yang menampilkan karya seni rupa bertajuk "Tiga Pohon" dari bahan benang katun dengan warna cokelat muda, merah muda, dan hijau muda.

Ada pula warna gelap yang ditampilkan Natalini Widhiasi dalam lukisan "Contemplatif" dan Wara Anindyah dalam lukisan "Perang Sunyi."

Menurut kurator pameran Agus (Koecink) Sukamto, karya perupa perempuan itu unik karena terkait dengan "dunia" perempuan.

"Ada unsur kehalusan dan tampilan warna yang tidak terkesan memberontak, kemudian ada kaitannya dengan ’dunia’ perempuan seperti daun, benang, kuali (wajan), bunga, dan sebagainya," katanya.

Pandangan itu terlihat jelas dalam karya suguhan Millie Huang yang melukis menggunakan kuali (wajan) sebagai media yang dicat.

"Wajan sebagai peralatan dapur bisa dikatakan lekat dengan perempuan karena dapur adalah dunia perempuan, tapi perempuan juga bisa berkarya," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com