Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden, di antara Pagar dan Halaman Istana....

Kompas.com - 02/03/2010, 07:52 WIB

Oleh: Suhartono

KOMPAS.com - Dari ruang ”terbuka” menjadi ruang ”tertutup”. Itu sebuah kisah pagar dan halaman sekeliling Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta. Selama enam masa Presiden RI, sejak Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono, ruang-ruang ”terbuka” dan ”tertutup” itu memiliki cerita sendiri yang tak bisa dipisahkan dengan momentum zamannya.

Pagar dan halaman Istana Merdeka dan Istana Negara jadi ruang ”terbuka” ketika bendera tiga warna, Merah-Putih-Biru, diturunkan dari puncak tiang di halaman Istana Gambir (nama Istana Merdeka waktu itu) pada 27 Desember 1949. Ketika itu, rakyat memekikkan ”Merdeka, Merdeka, Hidup Indonesia” setelah lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” dikumandangkan mengantar Merah- Putih ke puncak tiang.

Sehari setelah peristiwa itu, Presiden pertama, Soekarno, masuk Istana Gambir dengan iringan pekikan rakyat yang berkumpul di depan Istana. Pekik ”Merdeka” itulah yang menggerakkan Bung Karno mengubah nama Istana Gambir menjadi Istana Merdeka.

Sejak tinggal di Istana, Soekarno membiarkan bagian-bagian luar Istana Merdeka terbuka sehingga merupakan serambi- serambi dan beranda-beranda yang luas. Pagar Istana waktu itu hanya sepinggul orang dewasa. Beberapa bagian beranda yang terbuka itu dilengkapi dengan kursi-kursi rotan. Di situlah kadang-kadang Soekarno menemui tamu-tamunya, termasuk melayani wawancara pers.

Saat munculnya gelombang demonstrasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia dan Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAMI/KAPI) menuntut mundurnya Soekarno, sekeliling Istana menjadi ruang ”tertutup”. Pasukan Cakrabirawa, sebelum diubah menjadi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), menjaga ketat sampai radius puluhan meter dari halaman depan Istana agar mahasiswa tak bisa berunjuk rasa di depan rumah Presiden.

Pada era Soeharto, yang berkuasa hampir 32 tahun lamanya, juga menjadikan pagar dan halaman Istana menjadi benar- benar ruang ”tertutup”. Hanya perwakilan mahasiswa semua perguruan tinggi pada zaman Hariman Siregar yang bisa menginjakkan kakinya di halaman Istana untuk bisa bertemu Soeharto. Itu pun setelah ada izin dengan pengawalan yang sangat ketat. Sebelumnya, tokoh Malari itu sempat melakukan aksi di depan Istana Negara di Jalan Veteran.

Kejatuhan Soeharto ditandai dengan aksi ribuan mahasiswa yang menduduki Gedung MPR/DPR di Senayan dan bukan melakukan aksi di halaman depan Istana.

Mahasiswa Trisakti

Pada era Presiden BJ Habibie, pagar dan halaman depan Istana Merdeka pernah ditembus sekitar 2.000 mahasiswa Universitas Trisakti yang menagih janji pengadilan bagi Soeharto. Mahasiswa tak hanya mengecoh aparat keamanan yang berjaga-jaga sangat ketat di areal ”ring satu” atau pengamanan 100 meter di depan Istana Merdeka, yakni di depan Gedung Indosat dan Departemen Pertahanan.

Mahasiswa bahkan bisa memblokade pintu gerbang markas Paspampres dengan barisan mahasiswa agar iring- iringan bus bisa lewat menuju Istana dan parkir di depan gardu Paspampres di sisi depan sebelah barat Istana Merdeka.

Kedatangan mahasiswa mengejutkan aparat militer yang menjaga kawasan itu. Puluhan polisi militer bersenjatakan M-16 berwarna perak dari dalam Istana langsung berlarian ke arah pagar dalam dan membuat barikade. Ratusan aparat keamanan lainnya berlarian juga dari Markas Besar TNI AD. Mahasiswa segera mundur selangkah dari depan pagar dan membuat pagar betis manusia. Sejak itulah salah satu ruas Jalan Medan Merdeka Utara ditutup untuk lalu lintas umum sampai hari ini.

Periode Presiden Abdurrahman Wahid tampaknya memorak-porandakan ruang ”tertutup” pada era Soeharto dan BJ Habibie menjadi ruang yang benar-benar terbuka. Tak hanya ramainya kembali aksi unjuk rasa yang bermunculan di halaman depan rumah dinas Presiden, tetapi juga membuat halaman depan dan dalam Istana seperti taman Istana dan bermain. Sejumlah kalangan pejabat sampai santri yang bersepatu sampai bersandal jepit leluasa dan bebas masuk ke Istana.

Penerusnya, Presiden Megawati Soekarnoputri, lalu menjadikan kembali halaman dalam Istana sebagai ruang ”tertutup”. Namun, halaman depan Istana tetap dijadikan ruang ”terbuka” sehingga rangkaian aksi demo yang disertai pembakaran foto Presiden Megawati tetap berlangsung.

Bagaimana dengan masa SBY? Simak kelanjutannya di laman KOMPAS CETAK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bawa Air Zamzam Dalam Koper ke Indonesia, Jemaah Haji Bisa Kena Denda Rp 25 Juta

Bawa Air Zamzam Dalam Koper ke Indonesia, Jemaah Haji Bisa Kena Denda Rp 25 Juta

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Citra KPU-Bawaslu Menguat Seusai Pemilu 2024

Survei Litbang "Kompas": Citra KPU-Bawaslu Menguat Seusai Pemilu 2024

Nasional
Survei Litbang “Kompas': Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

Survei Litbang “Kompas": Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

Nasional
Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Nasional
Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Nasional
PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

Nasional
6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

Nasional
Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Nasional
Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi 'Online', Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi "Online", Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Nasional
Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Nasional
Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan 'Legacy' Baik Pemberantasan Korupsi

Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan "Legacy" Baik Pemberantasan Korupsi

Nasional
Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Nasional
Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Nasional
Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Nasional
Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com