JAKARTA, KOMPAS.com — Program Aku Cinta Produk Indonesia terus menggema. Program kampanye untuk mencintai dan menggunakan produk Indonesia tengah didengungkan pemerintah di tengah merosotnya ekspor produk Indonesia akibat krisis ekonomi global serta untuk menghadapi penerapan Kebijakan Perdagangan Bebas atau ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Meski demikian, ekonom ECONIT, Hendri Saparini, justru menyangsikan keefektifan program ini dalam menghadapi ACFTA. "Konsumsi produk dalam negeri itu tidak bisa dipaksakan. Secara normal kan enggak mungkin pemerintah bilang belilah produk dalam negeri walau barangnya kecut, walau mahal, walau jelek. Pembelinya mikir-mikir dulu," ungkap Hendri, di sela-sela diskusi ekonomi, di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa (16/2/2010). Untuk menghadapi ACFTA, menurutnya, perlu penguatan produk dalam negeri.
Hendri menilai, pemerintah kurang siap dalam menghadapi ACFTA. Pasalnya, sejauh ini Indonesia belum memiliki industrial policy dan strategy. "Padahal, semua negara mensyaratkan strategi industri sebelum memulai liberalisasi," kata Hendri.
Dia menjelaskan, Indonesia memiliki berbagai kelemahan saat meratifikasi ACFTA ini. Di antaranya, kebijakan industri dan perdagangan yang masih terpisah sehingga mengakibatkan kebijakan ekonomi yang tidak jelas.
Di samping itu, hingga kini juga tidak ada aturan perundangan yang mewajibkan pemerintah meminta persetujuan DPR saat akan meratifikasi kesepakatan dagang internasional yang penting. Padahal, di Amerika Serikat pemerintah harus meminta persetujuan Kongres saat akan membuat kesepakatan North American Free Trade Agreement (NAFTA). (ANI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.