Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gawat... ACFTA Picu PHK

Kompas.com - 11/02/2010, 21:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tingkat pemutusan hubungan kerja akibat implementasi perjanjian perdagangan bebas ASEAN dan China berpotensi meningkat. Kondisi ini bisa dielakkan bila pekerja Indonesia meningkatkan produktivitas, kompetensi, dan disiplin demi meningkatkan daya saing.

Demikian benang merah dialog nasional bertajuk Dampak Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China terhadap Sektor Ketenagakerjaan Indonesia yang diselenggarakan Pengurus Daerah Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) DKI di Jakarta, Kamis (11/2/2010).

Turut hadir sebagai pembicara Direktur Jenderal ASEAN Kementerian Luar Negeri Djauhari Oratmangun, Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia yang juga Presiden Direktur Indomobil Gunadi Sindhuwinata, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rahmat, dan Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Mudrajad Kuncoro.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dalam pidato tertulis yang dibacakan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Myra Maria Hanartani mengungkapkan, beberapa sektor usaha akan terpukul. Di antaranya adalah tekstil. Pangsa pasar domestik industri tekstil nasional terus merosot dari 57 persen tahun 2005 menjadi 23 persen tahun 2008.

Pemerintah juga sedang meninjau ulang beberapa peraturan ketenagakerjaan, antara lain soal pengupahan dan pemakaian tenaga kerja asing untuk mendorong iklim usaha lebih kondusif demi menghindari PHK. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga mempromosikan kewirausahaan untuk memperluas kesempatan kerja.

Myra mengatakan, tantangan terbesar saat ini adalah meningkatkan produktivitas pekerja secara mandiri. Pemerintah belum berencana memberi insentif untuk memacu produktivitas. "Tentu apabila produktivitas dan kompetensi pekerja naik, perusahaan itu sendiri yang akan menikmati," ujar Myra.

Kalangan pengusaha sendiri memilih untuk mencoba optimistis. Gunadi mengatakan, Indonesia tak mungkin lagi mundur dari komitmen yang sudah dibuat. Yang bisa dibuat sekarang adalah mencari pos tarif lain yang bisa dibahas ulang.

Menurut Gunadi, perjanjian dagang ini akan berdampak pada industri berteknologi rendah karena Indonesia dan China memiliki teknologi yang hampir mirip. China bisa merajai pasar karena memiliki skala produksi yang besar dengan sistem logistik yang efisien untuk menghasilkan produk berdaya saing tinggi.

Pemerintah sendiri harus berupaya sekuat tenaga untuk fokus menarik investasi dari China ke Indonesia. Hanya dengan demikian ancaman PHK bisa dieliminasi.

Arus investasi langsung dari China diyakini akan tetap naik. Djauhari mengungkapkan, perdagangan bebas mampu meningkatkan investasi langsung China ke Indonesia dari 11,8 juta dollar AS tahun 2005 menjadi 173,9 juta dollar AS tahun 2008. Indonesia tidak mungkin menarik diri dari perkembangan pasar global. Saat ini, pemerintah akan berunding lagi untuk meminta pengunduran waktu implementasi beberapa pos tarif demi melindungi industri dalam negeri.

Hasanuddin menegaskan, stabilitas politik, kesiapan infrastruktur, dan dukungan Pemerintah China terhadap investor memberikan kenyamanan investasi luar biasa. Indonesia harus memberikan hal serupa jika ingin menarik investor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com