Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan dalam Puisi dan Seni

Kompas.com - 26/11/2009, 19:05 WIB

Masih ada harapan, dan ini tak padam. Harapan akan adanya kebersamaan, keadilan dan kedamaian. Ini terlihat dari sambutan pengunjung Sastra Reboan ketika menyaksikan penampilan Komunitas Anak Jalanan Yayasan Himmata, Jodhi Yudhono & Arul Lamandau serta Kolaborasi Lingkar Studi Kebudayaan UBK (Universitas Bung Karno) dan Bengkel Seni STIAMI (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi dan Mandala Indonesia).

Seperti biasanya di hari Rabu akhir bulan di Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta Selatan acara Sastra Reboan digelar dengan tampilan sastra dan seni. Acara yang disajikan oleh Paguyuban Sastra Rabu Malam (Pasar Malam) pada Rabu (25/11) malam mengambil tema Harapan! Harapan!. “Tema Reboan kali ini bermakna tidak menggambarkan keputusasaan, melainkan menggambarkan semangat kita semua untuk terus berusaha. Tanpa kenal menyerah, ujar Dedy Tri Riyadi yang menangani acara.

Seperti pada salah satu bait puisi “Pamflet Cinta” karya Rendra yang dimusikalisasikan dengan apik oleh Jodhi Yudhono diiringi Arul Lamandau. Sebuah harapan dari seorang lelaki pada perempuannya :
Sebenarnya apakah harapan ?/
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu/
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak/
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu

Malam itu cuaca yang sempat menghadang sejak sore dengan hujan di mana-mana tak menghalangi para pecinta sastra untuk mengisi bangku-bangku di Wapres. Jelang pukul 20.00, Raymond yang pemain bass dari grup Lucky Seven membuka acaa dengan lagu Rindu, disusul dengan duet bersama Nurul Wardah dalam “Selamanya Cinta”. Penampilan keduanya menjadi pembukaan Sastra Reboan.

Pasangan duet MC Budhi Setyawan naik menemani Nurul, mengantar pengunjung untuk memasuki acara berikutnya. Penyair perempuan dari Jambi, Ramayani, tampil membawakan puisinya “Negeri Mimpi“ dan “Bukankah Indonesia sudah Merdeka”. Kedua puisi itu tercetak pada buku antologinya  “Sebungkus Kenangan”. Dua puisi berikutnya dibacakan oleh penyair permpuan dari Purworejo, Surtini Hadi, “Perempuan-Perempuan Barat“ dan “Rindu Para Pejalan”

Acara bergulir dengan bincang antologi puisi “Kaki Langit Kesumba” yang merupakan kumpulan karya para penyair asal Purworejo. Bincang buku yang dipandu oleh Astri  dari UBK ini menampilkan Budhi Setyawan dan Setiyo Bardono mewakili penyair lainnya yang tidak bisa hadir.

“Buku ini merupakan dokumentasi penulis yang berasal dari Purworejo, dengan latar pekerjaan beragam mulai dari aktivis LSM, pengurus Lapas, penulis prosa. Buku ini diproses tidak lebih dari satu tahun”, ujar Budhi dan Setiyo.  Bincang buku ini ditutup pembacaan puisi oleh Budhi yang membacakan karya Zaman Membebani Kata” dan Setiyo dengan puisi “Nyala Api”-nya yang diciptakan saat terjadi konversi minyak tanah ke elpiji.

Acara makin menghangat dengan penampilan Komunitas Anak Jalanan Yayasan Himmata yang bermarkas di Plumpang, Jakarta Utara. Komunitas yang diasuh oleh Siswandi ini menampilkan antara lain Adri, Rio, Titi, Yoga, Pondah. Mereka membaca puisi diselingi adegan teater tentang kehidupan para pengamen yang menyinggung masalah korupsi dan perlunya pendidikan. “Kami diajak mas Akmal Nasery Basral dan Bunda Kiki kemari. Suatu kehormatan tampil di Sastra Reboan,” kata Siswandi di akhir tampilan anak-anak asuhnya.

Penyair Poncowae Lou dan Sandi kemudian tampil dengan sebuah lagu “Pancaroba”. Dilanjutkan langsung dengan duet Poncowae bersama Pratiwi Setyaningrum dalam geguritan (dialog dalam bahasa Jawa) berjudul “Dhenok Deblong”. Apiknya penampilan keduanya, meski banyak yang kurang mengerti bahasa ‘kromo inggil” ini mengundang sambutan meriah pengunjung termasuk penyair Dharmadi, novelis Teguh Esha dan Akmal Nasery Basral.

Na Lesmana, pelajar kelas 3 di sebuah SMA di  Tangerang kemudian naik panggung membawakan dua puisinya “Zikir” dan “Mata, Hutan…”. Dengan polosnya, di akhir pembacaan, ia minta doa untuk ujian nasional yang akan diikutinya pada Maret mendatang.

Pakaroso

Dinginnya malam tak mengurangi panasnya suasana panggung yang makin meriah. Pemusik dan wartawan, Jodhi Yudhono dan Arul menggebrak dengan dua puisi “Ketulusanmu” dan puisi Rendra “Pamflet Cinta”. Tepuk tangan terdengar di tengah pembacaan sajak Rendra ini, seperti pada kalimat-kalimat yang begitu menggigit :
dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa./
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja./
Kata-kata telah dilawan dengan senjata./
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini

“Kali ini lebih lepas mainnya karena aku punya waktu panjang untuk membuat aransemennya”, kata Jodhi yang juga menulis buku tentang sahabatnya, Mbah Surip. Musikalisasi puisi berikutnya dibawakan oleh Lintang Timur dan Kemuning berjudul “Tursina”.

Bengkel Seni STIAMI (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi dan Mandala Indonesia) yang tampil berikutnya juga membawakan lagu yang terlahir dari puisi tentang harapan dan doa seorang anak berjudul “Nyanyian Awan” disusul dengan lagu “Rencana”.

Berikutnya berkolaborasi dengan Lingkar Studi Kebudayaan Universitas Bung Karno membawakan sebuah lagu dari daerah Palu berjudul “Pakaroso” tentang kebersamaan dan kedamaian di masyarakat. Vokal Novia Atriani (Astri) dan Meta Ganda Mora terdengar jernih dan enak didengar dalam balutan suara gitar, jimbe, gendang dan alat-alat musik dari bambu. Usai lagu rakyat itu, mereka pembacaan puisi karya Hujan Tarigan yang dibawakan oleh Dhepe.

Di akhir acara, pembacaan puisi spontan dibawakan oleh Hari Djogja, Sandi, Elang Darat yang membawakan puisinya “Aura Cinta” dan “Harapan”, kemudian Nanang membacakan puisi Rendra berjudul “Para Laki Tanah,”  dan diakhiri oleh Kiki yang membacakan sebuah puisi.

Dinginnya malam musim penghujan mulai terasa menerpa, sementara itu penonton masih terlihat betah menduduki separuh dari kursi-kursi yang tersedia di Wapres. (gie/des)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com