Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Merger Konfederasi Buruh Mencuat

Kompas.com - 24/11/2009, 00:54 WIB

SUKABUMI, KOMPAS.com - Gerakan buruh Indonesia yang selama ini belum menyatu membuat upaya memperjuangkan hak-hak pekerja menjadi tidak efektif. Jumlah konfederasi serikat buruh yang mencapai tiga dinilai terlalu banyak dan sudah saatnya melebur menjadi satu untuk efektivitas perjuangan.

Demikian salah satu poin utama yang mencuat dalam pertemuan nasional serikat buruh untuk konsensus politik di Sukabumi, Jawa Barat, Senin(23/11). Sedikitnya 50 aktivis serikat buruh dan pemerhati ketenagakerjaan hadir dalam pertemuan ini.

Pertemuan digagas Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan diselenggarakan bersama dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Friedrich Ebert Stiftung (FES) Indonesia, dan The American Center for International Labor Solidarity (ACILS). Pertemuan
berlangsung dalam pengawasan ketat polisi setempat.

Presiden KSBSI Rekson Silaban mengatakan, gerakan yang terpecah-belah membuat serikat buruh tidak memiliki prioritas aksi yang diperjuangkan bersama. Oleh karena itu, gerakan buruh yang menyatu kini menjadi kebutuhan bersama agar perjuangan dapat menjadi lebih fokus.


Erwin Schweisshelm dari FES Indonesia, lembaga kajian perburuhan dari Jerman, memaparkan, gerakan buruh Jerman menjadi solid pertama kali pada tahun 1949 sejak terbentuk tahun 1863. Para aktivis serikat bersatu setelah sadar mereka gagal menghadang Hitler tahun 1933 akibat gerakan yang terpecah-pecah.

Gerakan buruh yang solid terbukti mampu mengantar Jerman menjadi salah satu negara dengan sistem negara kesejahteraan terbaik di dunia. Kolaborasi yang kuat antara serikat buruh dan partai politik mampu menghasilkan regulasi mendasar untuk memberi Jaminan sosial, jaminan pekerjaan, dan jaminan kesejahteraan bagi pekerja.

"Serikat buruh harus mengintervensi politik. Namun, harus tetap independen dari politisi," ujar Erwin.

Para aktivis serikat buruh seperti Mukhtar Pakpahan, Wakil Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Jufni Ashari, Ridwan Manoarfa, Presiden International Transport Federation (ITF) Asia Pasifik Hanafi Rustandi, Ridwan Max Sijabat, dan Patuan Samosir dari International Trade Union Confederation (ITUC), merespons positif soal merger
konfederasi serikat buruh.

Indonesia kini memiliki tiga konfederasi, yakni KSBSI, KSPSI, dan KSPI. Konfederasi mewadahi ratusan federasi dan ribuan serikat buruh.

Hanafi menegaskan, hanya Indonesia yang memiliki tiga konfederasi serikat buruh. Hanafi mengajak para elit konfederasi mencari solusi terbaik menyatukan ketiga konfederasi menjadi satu lembaga yang solid.

Rekson menambahkan, tidak ada yang mau mendengar suara buruh apabila gerakan masih terfragmentasi. Rekson mengajak semua aktivis serikat buruh untuk bersama-sama menentukan target waktu perjuangan menyatukan gerakan.

Menurut Karel dari Federasi Serikat Pekerja Nasional, kondisi gerakan buruh saat ini cukup menyedihkan. Belum adanya kemauan elit serikat buruh untuk bersatu menjadi kendala utama soliditas gerakan buruh nasional.

"Kondisi ini berdampak buruk pada semangat anggota serikat buruh di lapangan. Padahal, platformnya sama-sama untuk buruh," kata Karel.

Aksi damai
Di sela-sela pertemuan, Hanafi menyampaikan aksi damai pekerja pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta, yang akan berlangsung sampai Jumat (27/11). Anggota ITF akan memeriksa standar keselamatan dan kesejahteraan kerja awak kapal berbendera asing yang sandar di Tanjungpriok.

Aksi damai tersebut juga bertujuan mengampanyekan upah yang adil bagi buruh bongkar muat pelabuhan. Selama ini, mereka hanya bekerja 15 hari dalam sebulan dengan upah Rp 40.000 per hari.

"Bagaimana pelabuhan dapat aman kalau masih banyak orang miskin di sekitarnya. Kami menuntut supaya pekerja pelabuhan mendapat upah yang layak," ujar Hanafi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com