Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPHN: Ada Kekhawatiran terhadap RUU RN

Kompas.com - 25/08/2009, 21:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagian masyarakat diakui ada yang merasa khawatir dengan kehadiran Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara. Pasalnya, karena pengalaman masa lalu di mana tidak adanya kebebasan pers dan tindakan represif dari penguasa terhadap kehidupan pers.

Oleh sebab itu, diakui ada sebagian masyarakat yang menolak kehadiran RUU Rahasia Negara. "Wajar saja, ada kekhawatiran karena pengalaman masa lalu di mana tidak ada kebebasan pers dan tindakan represif oleh penguasa terhadap kehidupan pers. Jadi, ada kekhawatiran kalau RUU Rahasia Negara disahkan, kebebasan pers dan tindakan represif akan terjadi lagi," kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Achmad Ramli saat dihubungi Kompas di Jakarta, Selasa (25/8).

Namun, menurut Achmad Ramli, dengan kondisi sekarang ini sebenarnya masyarakat tidak perlu khawatir dengan RUU Rahasia Negara yang tengah dibahas DPR dan pemerintah. "Kalau dikatakan perlu atau tidak, menurut saya perlu adanya RUU Rahasia Negara. Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang sudah ratusan tahun menerapkan demokrasi dan memiliki Undang-Undang Freedom of Information Act (Undang-Undang Keterbukaan Publik) juga memiliki UU Rahasia Publik," ujarnya.

Dikatakan Achmad, masyarakat tidak perlu takut mengingat ukuran apa saja yang termasuk rahasia negara sudah diatur dalam Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No 14 Tahun 2008 tentang informasi yang dikecualikan seperti di antaranya informasi yang bisa membahayakan keamanan negara dan keselamatan negara serta intelijen dan lainnya.

"Benchmark"

Achmad menyatakan, persoalan yang masih ada di RUU Rahasia Negara adalah perihal retensi kapan suatu informasi dinyatakan sebagai rahasia negara atau menjadi rahasia yang terbuka. "Apabila itu jelas diatur, maka masyarakat justru akan memberikan kontribusi dalam penyusunan materi RUU Rahasia Negara," lanjutnya.

Diakui Achmad, dari sebagian materi RUU Rahasia Negara, justru dinilai lebih longgar dibandingkan UU Rahasia Publik di AS. Di UU Rahasia Negara, ada informasi negara yang dilingungi tanpa batas. "Adapun di RUU Rahasia Negara, informasi yang dikategorikan rahasia negara justru hanya dilindungi selama 30 tahun saja," katanya.

"Jadi, menurut saya, yang perlu diperkuat dari materi RUU Rahasia Negara ini adalah harus adanya benchmark (acuan) soal retensi waktu dari kapan informasi itu dinyatakan rahasia negara dan kapan dinyatakan sebagai informasi terbuka dengan perbandingan negara-negara lainnya seperti di India atau di Thailand serta lainnya," kata Achmad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com