Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertentangan Pemerintah-Masyarakat Sipil Makin Runcing

Kompas.com - 13/08/2009, 21:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pertentangan antara pemerintah dan kalangan masyarakat sipil semakin meruncing. Hal itu terutama terkait perlu tidaknya Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara (RUU RN) versi Departemen Pertahanan terus dibahas sampai disahkan oleh DPR dan pemerintah sekarang.

Dalam diskusi yang digelar Dewan Pers, Kamis (13/8), baik pemerintah, diwakili Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono beserta jajarannya, dan elemen masyarakat sipil, diwakili Dewan Pers dan beberapa wakil redaksi media massa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), sama-sama menunjukkan sikap tegas.

Juwono menegaskan RUU RN tetap perlu dan proses pembahasannya harus terus berlanjut hingga tuntas disahkan sementara Dewan Pers, perwakilan media massa, dan LSM juga tak kalah tegas meminta proses itu segera dihentikan mengingat ada banyak pasal bermasalah, yang berpotensi menimbulkan persoalan besar jika jadi disahkan. "Dalam UU Pokok Pers, pers diamanatkan untuk menjadi profesional, berperan memperjuangkan keadilan serta kebenaran, melaksanakan fungsi kontrol, kritik, koreksi, dan saran demi kepentingan umum, sekaligus buat memenuhi hak rakyat untuk tahu," ujar anggota Dewan Pers Leo Batubara.

Untuk itu, tambah Leo, dalam UU Pokok Pers pula para jurnalis dan media massa diamanatkan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan informasi demi memenuhi seluruh amanat UU Pokok Pers tadi. Namun sekarang, Leo mengaku melihat media massa dan jurnalis masih harus berhadapan dengan banyak tembok besar. Halangan tembok besar tadi muncul lantaran masih adanya keinginan pemerintah mengkriminalisasi pers, baik lewat aturan hukum yang ada seperti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun dalam produk UU baru atau RUU seperti sekarang. Dalam revisi KUHP saja ada 37 pasal yang bisa mengirim wartawan ke penjara.

"Sepanjang tahun 2008 pemerintah dan DPR juga memproduksi dua UU, yang dapat memberedel media cetak dan juga tiga produk UU lain, yang mengkriminalisasikan pers. Sekarang apa mau ditambah lagi dengan RUU RN?" sergah Leo.

Leo mencontohkan, Pasal 49 RUU RN berpotensi menjadi aturan pemberedelan baru terhadap media massa. Dalam pasal itu diatur sebuah korporasi yang melanggar dapat dipidana denda minimal Rp 50 miliar dan maksimal Rp 100 miliar. Tidak hanya itu, korporasi yang bersangkutan juga masih bisa dipidana dengan ditetapkan di bawah pengawasan, dibekukan, dicabut izinnya, atau bahkan sampai ditetapkan menjadi sebuah korporasi terlarang. "Denda seperti itu dipastikan bakal membangkrutkan banyak perusahaan media massa. Hampir tidak satu pun perusahaan media sanggup jika dijatuhi sanksi denda sebesar itu. Belum lagi dampak sosial lain seperti menciptakan pengangguran baru dalam jumlah besar jika sebuah perusahaan media massa ditutup," ujar mantan Ketua Dewan Pers Atmakusumah.

Lebih lanjut Atmakusumah mengaku heran, baik pemerintah maupun legislatif dinilainya masih memiliki semangat negatif untuk membalas dendam dengan berupaya terus menghancurkan, mematikan, memberedel, dan membungkam media massa lewat aturan UU yang mereka buat. Semangat negatif macam itu diyakini Atmakusumah tampak jelas, tidak hanya dalam RUU RN yang ada sekarang melainkan juga dalam produk UU yang sudah jadi sebelumnya macam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pemerintah bergeming

Lebih lanjut dalam pernyataan penutupnya di diskusi, Menhan mempersilakan jika memang terdapat perbedaan penafsiran soal pasal tertentu dalam RUU RN. Penafsiran hukum atas aturan tertentu, bahkan terhadap konstitusi sekali pun, menurutnya sah-sah saja. Hal itu terjadi akibat perbedaan kepentingan yang mendasari penafsiran. "Boleh saja kita saling debat. Sebuah pasal hukum pada dasarnya memang harus multi tafsir. Kalau tidak berarti antara masyarakat atau pemerintahannya sangat kuat sehingga hanya ada satu penafsiran," ujar Juwono.

Akan tetapi, Juwono mengingatkan, dalam dunia global seperti sekarang ini telah terjadi pergeseran kepemilikan kekuatan (power), dari yang sebelumnya di masa lalu didominasi oleh negara dan pemerintah menjadi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan swasta. Dengan begitu, bahkan perusahaan bermodal kuat dapat memengaruhi dan mendominasi kekuatan-kekuatan macam politik, sosial, dan ekonomi sehingga bisa memengaruhi sebuah kebijakan dan keputusan yang diambil negara.

Dalam konteks tertentu, tambah Juwono, bahkan kekuatan perusahaan swasta jauh lebih besar dari yang dimiliki pemerintah. "Saya bisa terima, (kekuasaan) negara di mana pun memang harus dicurigai, terutama oleh pers sehingga dia harus dibatasi dengan yang namanya kekuatan opini publik. Namun harus juga diingat, jangan sampai kemerdekaan pers jadi kekuatan tandingan yang melebihi kekuatan negara, termasuk saat menentukan apa yang menjadi kepentingan nasional," ujar Juwono.

Menhan mengkritik, pers terkesan menganggap diri selalu benar dan tidak bisa disalahkan. Padahal menurutnya, bahkan kebebasan pers pun harus ada batasannya. Apalagi jika sampai ada pemberitaan media massa justru bersifat menghakimi, memfitnah, atau membohongi masyarakat sehingga merugikan individu atau kelompok tertentu, dengan mengatasnamakan kebebasan pers.

Dengan begitu Juwono meminta kalangan pers dan Dewan Pers tidak perlu takut berlebihan RUU RN bakal mengembalikan pemerintah ke masa otoriter seperti masa lalu. Hal seperti itu tidaklah mudah dilakukan di masa sekarang dengan kemajuan teknologi yang sangat hebat seperti sekarang. Media massa, kalangan masyarakat sipil, dan LSM, menurut Juwono, dapat dengan gampang dan kapan saja mengawasi pemerintah dan melakukan koreksi. Bahkan negara komunis macam Korea Utara sekalipun, pemerintahnya tidak mampu menutupi kebenaran atau informasi hingga bisa diakses oleh negara lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com