Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penerbitan SP3 Antiklimaks Perjuangan Korban Lumpur

Kompas.com - 10/08/2009, 20:02 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com — DPRD Jawa Timur menilai penerbitan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 kasus Lapindo merupakan titik antiklimaks perjuangan masyarakat korban lumpur Lapindo. Kesimpulan bahwa fenomena semburan lumpur Lapindo merupakan bencana alam dinilai sekadar skenario.

Demikian penuturan Anggota DPRD Jatim Mirdasy, Senin (10/8) di Surabaya. "Kalau semburan lumpur disebut sebagai bencana alam seharusnya tak ada konsep tentang jual beli atau ganti rugi tanah tapi berupa bantuan sosial pemerintah pada masyarakat," ujarnya.

Mirdasy mengatakan, semburan lumpur muncul setelah PT Lapindo Brantas Inc melakukan pengeboran di Kecamatan Porong, Sidoarjo. Bahkan, mata bor yang digunakan hingga saat ini masih tertinggal di dalam perut bumi sekitar 3 kilometer dalamnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, area peta terdampak akibat semburan lumpur seluas 680 hektar. Padahal, saat ini luapan lumpur telah melebar mencapai lebih dari 800 hektar.

Skema cash and carry dan resettlement yang ditawarkan PT Minarak Lapindo Jaya bagi warga di daerah peta terdampak belum terealisasi sepenuhnya. Sementara itu, di luar peta terdampak banyak warga yang turut menjadi korban dan tak mendapatkan ganti rugi apa pun.

Dengan turunnya SP3 kasus Lapindo, Mirdasy mengkhawatirkan aspirasi masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak mereka akan terhambat. Aparat keamanan kini akan semakin leluasa mengancam warga yang berunjuk rasa menyatakan harapan mereka. "Bahkan, muncul imbauan tembak di tempat bagi warga yang menutup jalan atau mengganggu fasilitas umum," ucapnya.

Pascapenerbitan SP3 oleh Kepolisan Daerah (Polda) Jatim, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terjun ke Porong untuk mengusut kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi. Kajian sementara menunjukkan, tak ditemukannya dokumen perizinan pengeboran di kawasan tersebut, tak ditemukannya penanggung jawab pengeboran, dan fenomena terjadinya semburan lumpur yang sangat luas dinilai tak wajar jika tak ada pihak yang bertanggung jawab.

Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Pudji Astuti mengatakan, penghentian penyidikan kasus Lapindo terjadi karena pihak kepolisian tak mampu memenuhi petunjuk Kejaksaan Tinggi Jatim. Petunjuk yang diminta jaksa adalah membuktikan korelasi dan sebab akibat semburan lumpur yang keluar pada radius 150 meter dari lubang sumur pengeboran Banjar Panji I.

Perhatian gubernur 

Menyikapi terjunnya SP3 Polda Jatim, DPRD Jatim akan segera menghadap Gubernur Jatim Soekarwo untuk membicarakan pemberian hak-hak bagi para warga, khususnya yang berada di luar peta terdampak. Tercatat sembilan desa di luar peta terdampak yang terimbas semburan lumpur Lapindo, antara lain, Desa Mindi, Jatirejo, Siring, Kalitengah, dan Glagaharum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com