Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simalakama Putusan MA

Kompas.com - 31/07/2009, 03:17 WIB

Saldi Isra

Suasana gaduh sedang melanda sejumlah partai politik yang telah dinyatakan lolos parliamentary threshold.

Hal ini dipicu putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Pasal 22 Huruf c dan Pasal 23 Ayat 1 dan 3 Peraturan KPU No 15/2009 bertentangan dengan UU No 10/2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif. Dengan putusan itu, sejumlah partai politik akan kehilangan kursi secara signifikan di DPR. Misalnya, PPP akan kehilangan 16-17 kursi di DPR. Hal serupa dialami PAN, PKS, Hanura, dan Gerindra.

Bagaimana menjelaskan putusan MA itu? Pertanyaan ini amat penting karena terkait dua pendapat berlawanan. Di satu sisi KPU didesak segera mengeksekusi putusan MA, di sisi lain, kuat desakan agar KPU mengabaikan putusan MA.

Beberapa kejanggalan

Dalam konteks hak uji materi, ada sejumlah kejanggalan dalam Putusan MA No 15 P/HUM/2009 yang menyatakan tidak sah Pasal 22 Huruf c dan Pasal 23 Ayat 1 dan 3 Peraturan KPU No 15/2009. Yang paling mencolok, sadar atau tidak, putusan MA masuk ranah uji formil. Dalam angka dua amar putusan dinyatakan, kedua pasal itu pembentukannya bertentangan dengan Pasal 205 Ayat 4 UU No 10/2008.

Dengan adanya frasa ”pembentukannya bertentangan dengan”, putusan MA itu tidak saja melakukan uji materi, tetapi juga uji formil. Anehnya, uji formil hanya untuk Pasal 22 Huruf c dan Pasal 23 Ayat 1 dan 3 Peraturan KPU No 15/2009. Padahal, jika uji formil dikabulkan, secara utuh, seluruh peraturan yang diuji harus dibatalkan. Lagi pula, para pemohon (Zainal Ma’arif dkk) sama sekali tidak mengajukan permohonan uji formil. Lalu, mengapa majelis hakim bertindak terlalu jauh masuk ranah uji formil?

Kejanggalan juga terjadi dalam perintah kepada KPU untuk merevisi Keputusan KPU No 259/Kpts/KPU/2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR sesuai UU No 10/2008. Jika diletakkan dalam konteks uji materi, kewenangan MA hanya sebatas menyatakan peraturan perundang-undangan (regeling) yang diuji bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. Dalam pengertian itu, MA tidak berwenang menyentuh keputusan (beschikking) yang menjadi pelaksanaan regeling.

Batasan untuk tidak sampai pada beschikking dapat dibaca dalam Pasal 31A UU No 3/2008 tentang MA yang menyatakan, dalam hal permohonan dikabulkan, amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

MA berbeda

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com