Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawara Rawa Belong yang Beken di Marunda

Kompas.com - 06/06/2009, 15:06 WIB

BEBERAPA waktu lalu Pemprov DKI Jakarta menyatakan akan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Marunda, Jakarta Utara. Pembangunan KEK dimaksudkan untuk meningkatkan Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Tujuannya tak lain untuk memenuhi keperluan dalam negeri – selain juga untuk eskpor – dalam beberapa bidang seperti alat telekomunikasi dan elektronik. Pelabuhan Internasional Ali Sadikin pun akan segera dibangun untuk memudahkan bongkar muat.

Dari website KBN,  kawasan Marunda adalah seluas 413,8 ha terletak di tepi pantai Utara Jakarta, sekitar 3 km dari Pelabuhan Tanjungpriuk, terdiri dari 118,0 ha berstatus berikat dan 287,2 ha berstatus non berikat, serta 8,6 ha berupa lahan Sarang Bango.

Menyebut Marunda, teringat kampung-kampung nelayan yang tersisa yaitu Kampung Marunda Pulo dan Marunda Besar, teringat  pula rumah si Pitung. Mengingat rumah si Pitung tentu teringat pula kondisi rumah penduduk di sana, teringat kondisi kawasan secara keseluruhan – sebuah kawasan wisata sejarah yang bisa lebih ditingkatkan. Akses menuju kawasan ini pun masih terbilang rumit dan sulit.

Kisah “Robin Hood” Betawi ini saja, bisa jadi hal menarik tersendiri sebelum akhirnya orang penasaran untuk melihat bangunan yang diyakini sebagai rumah si Pitung di Marunda. Jawara Betawi ini hidup dari abad 19 dan punya ilmu yang tinggi yang membuat ia bisa menghilang. Si pitung juga digambarkan sebagai sosok yang tinggi besar. Tapi penuturan Tanu Trh dalam “Si Pitung, Jagoan yang Bisa Menghilang” merontokkan gambaran itu.

Menurut Tanu, almarhumah ibunya pernah bercerita tentang Pitung bahwa perawakan sang jawara itu kecil dan tidak tinggi. Tampang si Pitung juga sama sekali tidak menarik perhatian orang, demikian pula sikapnya tak menunjukkan bahwa ia jagoan. Ciri khas yang betul adanya adalah sepasang cambang panjang dan tipis dengan ujung melingkar ke depan. Sang ibu bisa bercerita lantaran Pitung sering berkunjung ke rumah kakek dan nenek Tanu, tentu ketika si ibu masih belia.

Dalam tulisan yang diterbitkan Intisari itu Tanu juga mengutip ibunya yang melihat sendiri bagaimana Pitung “menghilang” saat Schout van Hinne (polisi Belanda yang ditugaskan menangkap Pitung) tiba-tiba mendatangi rumah kakek nenek Tanu. Meski sudah menggeledah hingga ke dapur dan ke seluruh penjuru rumah, Pitung tak ditemukan. Begitu Hinne pergi, Pitung muncul dari arah dapur dan pamit pulang.

Sementara itu Alwi Shahab, penulis buku Robin Hood Betawi mengatakan, salah satu ilmu kesaktian yang dipelajari Pitung disebut Rawa Rontek yaitu gabungan antara tarekat Islam dan jampi-jampi Betawi. Ilmu itulah, konon, yang membuat Pitung bisa menghilang atau tak terlihat oleh lawannya. Pitung akhirnya tewas oleh pelor panas kumpeni pada Oktober 1893. Bahkan bukan pelor biasa, konon Pitung tewas ditembak peluru emas van Hinne. Warga pun berkabung kehilangan jawara kelahiran Rawa Belong ini. Makamnya pun dirahasiakan oleh Belanda. Konon makam Bang Pitung ada di Pal Tujuh, Palmerah.

Di Marunda juga terdapat masjid tua Al Alam. Masjid ini juga sering dikaitkan dengan Pitung. Ada yang menyebut masjid itu sebagai tempat Pitung bermain, belajar agama, belajar sembunyi dari opas dan kumpeni tapi versi lain mengatakan, Pitung hanya singgah sebentar di masjid itu. Beberapa versi mencatat, Pitung pernah tinggal baik di Kampung Marunda Pulo maupun di masjid yang jadi markas pasukan Fatahillah dan dibangun pada 1527.
 
Adalah juragan Sero Haji Syafiuddin yang memelihara masjid di awal abad 20 sehingga masjid itu tak berubah. Sekitar 250 m dari masjid terdapat rumah panggung yang dipercaya sebagai rumah Pitung atau setidaknya sang jawara pernah menginap di sana. Versi lain menyatakan rumah itu adalah rumah juragan H Syafiuddin yang pernah dirampok oleh Pitung. Apapun kisah versi lainnya, warga memilih percaya bahwa rumah panggung itu adalah rumah si Pitung.

Lantas apalagi yang bisa dilihat dan sejarah apalagi yang bisa diungkap soal Marunda, soal masjid Al Alam, juga tentang rumah panggung tadi, ditambah persoalan yang hingga kini masih melingkupi kawasan tersebut? Barangkali ajakan Komunitas Historia untuk merefleksi sejarah Jakarta di pesisir utara Jakarta, termasuk kawasan Marunda, bisa jadi alternatif liburan akhir pekan ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com