Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Taman Nasional Jangan Dibebani PAD

Kompas.com - 28/04/2009, 14:33 WIB

JEMBER, KOMPAS.com — Dua taman nasional di Jawa Timur, Alas Purwo dan Meru Betiri, sebaiknya tidak dibebani kewajiban komersial untuk menambah pendapatan asli daerah. Fungsi taman nasional adalah memberi sumbangan dan mengembangkan pengetahuan tentang ekologi, pendidikan, serta penelitian.

”Sumbangsih kami itu ya dari kekayaan flora dan fauna, situs pendaratan penyu, perilaku banteng, dan tumbuhan raflesia. Jadi, kami jangan dituntut manfaat langsung sebagaimana sering dilakukan pemerintah daerah,” kata Kepala Tata Usaha Taman Nasional Meru Betiri Sumarsono, Senin (27/4) di Jember, Jawa Timur.

Sumarsono menanggapi wacana pentingnya pengembangan infrastruktur jalur lintas selatan (JLS) untuk mengembangkan perekonomian dan peningkatan mobilitas masyarakat di kawasan selatan Jawa. Belakangan ini, sejumlah pemerintah daerah di Jawa Timur memang mendorong agar terjadi percepatan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan selatan Jawa.

Sumarsono menekankan, hakikat taman nasional adalah keterwakilan ekosistem yang ada di sejumlah tempat. ”Dulu-dulunya Meru Betiri mewakili habitat terakhir harimau jawa. Ternyata, kini semakin sulit ditemukan harimau itu. Dan, karena perubahan ekologis, ikon Meru Betiri berubah menjadi kawasan pendaratan penyu, kawasan pengamatan banteng, merak, dan Raflesia zollingeriana Kds,” katanya.

Menghasilkan

Sumarsono mengaku cukup berat memenuhi permintaan pemerintah daerah agar taman nasional menghasilkan uang. ”Di kawasan Meru Betiri saja saat ini sudah ada dua guest house (penginapan) yang dibangun sejak tahun 2002, masing-masing memiliki empat kamar serta camping ground (lahan untuk berkemah),” ujarnya .

”Jadi, siapa saja boleh masuk kawasan taman nasional untuk studi maupun wisata, tapi harus dengan surat izin masuk kawasan konservasi (Simaksi). Saya akui, akses ke Meru Betiri terlalu jauh ke selatan dari Andongrejo, pintu gerbang Meru Betiri,” tambah Sumarsono.

Secara terpisah, Nanang, staf Taman Nasional Alas Purwo, mengungkapkan, di Alas Purwo saat ini terdapat empat resor yang dioperasikan investor lokal, bekerja sama dengan asing. Keempat resor itu adalah Plengkung Indah Wisata (dikenal juga sebagai Joyo’s Camp), Wanasasi Pramita Ananta (Boby’s Camp, Wana Wisata Alam Hayati (Raymond’s Camp), dan Kenari Wisata (Tiger’s Camp).

”Tiap resor memiliki hak pakai lahan di kawasan taman nasional 2-5 hektar. Tarif kamar hotelnya paling murah 45 dollar AS per malam,” ujar Nanang.

Ia menambahkan, pengunjung Alas Purwo pada umumnya adalah wisatawan khusus pencinta lingkungan dan mereka berkunjung ke Alas Purwo untuk menikmati keindahan alam.

Di sekitar Alas Purwo, kata Nanang lagi, ada pula kawasan wisata Plengkung yang dikenal sebagai G-land oleh peselancar dunia dan dinilai sebagai salah satu dari empat tempat berselancar papan atas di dunia.

Namun, untuk mencapai Plengkung, biaya yang dibutuhkan cukup besar. ”Saya sudah membayar karcis masuk Rp 2.500 per orang dan Rp 6.000 kendaraan roda empat diharuskan pula menyewa mobil (yang disediakan pihak taman nasional) Rp 130.000 kalau ingin ke Plengkung. Mobil saya harus ditinggal di tempat parkir. Ini sangat mahal,” keluh seorang pengunjung. (SIR/HRD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com