Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tak Salah

Kompas.com - 16/04/2009, 03:23 WIB
 
 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tidak mau disalahkan sendiri terkait dengan kisruh daftar pemilih tetap. Jika dicari siapa yang salah, pemerintah juga menunjuk Komisi Pemilihan Umum, rakyat yang memiliki hak pilih, dan partai politik mempunyai andil untuk kekisruhan itu.

Andil rakyat dan partai peserta pemilu adalah tidak maksimal memanfaatkan waktu tiga bulan untuk pemutakhiran data oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dibantu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS), setelah daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) dikeluarkan 5 April 2008. Terkait dengan kisruh DPT, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009.

”Kepedulian rakyat, termasuk parpol, dalam pemutakhiran data menjadi salah satu faktor penting dalam aspirasi DPT,” ujar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS seusai rapat di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (15/4).

Untuk permasalahan ini, pemerintah mendorong KPU menjelaskan semuanya secara obyektif dan transparan sesuai dengan otoritas dan kewenangannya. Pemerintah ingin semua pihak memahami dengan jernih duduk persoalan kekisruhan DPT.

Pemerintah menegaskan, KPU bebas dari intervensi. Pemerintah tidak mungkin dan tidak akan campur tangan dalam tugas KPU. Pemerintah memberikan bantuan fasilitas atas permintaan KPU.

Untuk semua pihak yang ingin memperkarakan pelanggaran pemilu, pemerintah mempersilakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang disepakati. Karena tahapan dan proses Pemilu 2009 masih panjang, pemerintah meminta pemerintah daerah dan semua pihak bisa memberikan kontribusi positif.

Sebelum jumpa pers, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima laporan dan masukan dari Gubernur Bali, Kalimantan Selatan, DKI Jakarta, Papua, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dan Nanggroe Aceh Darussalam. Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana, para gubernur itu melaporkan pemilu legislatif di daerah mereka berjalan baik, aman, tertib, dan lancar.

Masalah Pemilu 2009, menurut pemerintah, tak khas karena terjadi juga pada Pemilu 2004. Pemerintah berharap persoalan yang terjadi dan dinilai kecil dalam persentase tak menggugurkan persoalan besar lainnya.

Pemerintah, atas permintaan KPU, akan mendukung perbaikan DPT yang menjadi persoalan itu pada pemilu presiden. Untuk rakyat yang tidak mendapat hak pilih, pemerintah angkat tangan. ”Yang tidak bisa memilih dalam pemilu legislatif, ya wassalam,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh.

Secara terpisah, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Rabu di Jakarta, menyatakan, pemilu legislatif 9 April lalu berjalan sesuai dengan mekanisme dan sistem yang ada. Indikatornya, pemungutan ulang di beberapa daerah yang mengalami masalah dengan logistik, seperti surat suara tertukar, juga berlangsung lancar.

”Jika terjadi pelanggaran, dalam aturannya bisa dilakukan pemungutan suara ulang. Itu domain KPU,” kata Mardiyanto.

Ia juga membantah bahwa pemerintah tidak netral, seperti disampaikan 14 pemimpin parpol dan tokoh, Selasa lalu (Kompas, 15/4). Pemerintah berada di jalurnya dan tak mencampuri perbaikan daftar pemilih. Kalaupun berkoordinasi, seperti saat DPT dikoreksi, semua sesuai permintaan KPU. Pemerintah membantu distribusi logistik saja.

Mardiyanto mengatakan, pemutakhiran data pemilih sangat terbuka. Pemerintah juga tak ikut campur dalam prosesnya.

Untuk pemilu presiden, kata Mardiyanto, Departemen Dalam Negeri akan meminta gubernur dan bupati/wali kota membantu pemutakhiran data pemilih. Petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) akan dibantu pimpinan RT/RW dan perangkat desa.

KPU besar hati

Seusai bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kediamannya, Jakarta, mantan Wapres Hamzah Haz, Rabu, menilai, pelaksanaan pemilu legislatif 9 April lalu, merupakan yang terjelek. ”Pemilu ini memang jelek,” ucapnya.

Hamzah menuturkan, keluarganya banyak yang tidak menggunakan hak pilihnya karena tak mendapatkan undangan memilih. ”Yang terpanggil itu hanya 50 persen. Tidak seperti yang lalu, semua dipanggil,” paparnya.

Secara terpisah, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Lukman Hakim Saifuddin, sebelum bertemu Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto di Jakarta, Rabu, mengatakan, anggota KPU harus mampu berjiwa besar untuk mengakui kesalahan yang dilakukannya terkait dengan proses persiapan dan pelaksanaan pemilu legislatif. ”Selain berjiwa besar, meminta maaf, KPU juga harus berkomitmen melakukan perbaikan sehingga dalam Pemilu Presiden 2009 kesalahan serupa atau malah lebih parah tak terjadi lagi,” katanya.

Lukman juga mendukung upaya hukum untuk menggugat sejumlah dugaan kecurangan yang terjadi dalam pemilu legislatif, seperti dugaan jual beli suara atau manipulasi DPT. Namun, ia juga mengingatkan, sejumlah gugatan hukum itu jangan sampai membatalkan atau mendelegitimasi hasil pemilu legislatif.

Sebaliknya, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Soemarsono di Jakarta, Rabu, menjelaskan, partainya belum berminat bergabung dengan parpol dan tokoh lain untuk mempersoalkan DPT, seperti dilakukan di rumah Megawati, Selasa lalu. Masalah itu belum dibahas di Partai Golkar.(inu/ina/sut/har/dwa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com