Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puisi-puisi Yudhiono Aprianto

Kompas.com - 28/02/2009, 16:57 WIB

Arti Kecil Kenangan

Itu
berbuah dari awal
menuju akhir peristiwa
bersenandung arti
berbingkai wajah

membumi, menuliskan nama dipangkuan janji
takkan terputus walau sesaat
hingga sulit memilih antara siap atau tidak
melakukannya

artiku-artimu
sama berarti, kering membasahkan telaga
putih mewarna
membius kehidupan yang ada
tiap harinya terpandang oleh langit

diri ini kecil, tak sebesar ciptaan khayalan
berpadu dengan kenangan

Bingkai Kecil, Dukuhwaluh 2008

Tuk Esok

Semuanya ingin lebih baik,
bisa tersenyum lebar bertangkaikan cahaya
diantara paras putra-putri pertiwi

tuk esok,
hanya dinanti dengan doa
yang berkorbankan waktu panjang
memanjangkan langkah ditengah kerikil menajam

tuk esok,
semangat tumbuh menafaskan lafal
bergelegar jauh disebrang jarak
disisi hanya ada hari
satu persatu mulai menjauh dari hitungan

aku bersaksi,
seraya alam berbenah diantara kabut
turun membumi menyegarkan pandangan
berkedip terkena debu.

Bingkai Kecil, Purwokerto 2008

Jika Ku Bisa

Mengartikan bahasa pohon
ditengah rumput
dia pastinyakan kian ceria
menanti kabar embun
putih menetes dari pucuk daun
kembali menyapa lapang
sesekali celoteh tentang hidup, cuaca, isyarat, serta karya
dapat ditandai dengan bahasa
hingga berarti lebih bagi semua

jika ku bias semua bahasa
menyentuh hati lalu berlaku
maka arti menjadi penentu

Bingkai Kecil, Dukuhwaluh 2008

Terima Kasih

Atas semua
kasihnya,
ku terima tanpa ada imbalan menghadang
hanya doa beserta amal yang nantinya kau bawa
sebagai bekal disaat waktu istirahat mulai menanti
ditengah lelah yang berkasih

Bingkai Kecil, Purwokerto 2008

Seketsa Perbedaan

Melukisnya ditengah-tengah tangis
antara mata memanjangkan cerita
manusia.
Dibenak hati tak tertahan
Ingin segera terungkap tertangkap, melalui kepasrahan.
Perlahan mengakui

Bingkai Kecil, Purwokerto 2008

Dalam Pikiran

Tiap kali ada udara masuk dalam
masalah
pikiran kecil mulai menari-nari
mengejek
dari belakang helai rambut terasa nyeri
memutih meluas merambat
hingga ujung
pangkal emosi terbungkus oleh rasa
penasaran tinggi

Dalam pikiran
sempat bertanya sejenak pada diri
apakah mungkin hal ini ada dan terjadi?

Satu persatu mendekat, satu persatu
pula menjauh
hilang tak berbekas dari wujud aslinya
memecah keping demi keping sampai
rasa mulai
menyentuh dengan tangis pedih

tergurat oleh perbedaan sejenak

Bingkai Kecil, Purwokerto April 2007

Sebenarnya

Mata telah tertutup jejak kabut
tebal menyelimuti perasaan
melupakan sejenak hamparan mimpi
dikelilingi bayang-bayang waktu
yang ada tak menjadikan nyata

Seruni kata mendongkrak amarah
lewat biasan wajah yang
tiap kali makin membatu
kerutan dahi tampak
kala ragu mulai menyelimuti
sunyi bersemi

Wangi gaun terkupas jarak
sajak kata menitipkan bisu
kaki yang berpijak berlari
ke sana kemari melewati samar

adakah ringkasan gelisah
menunggu tiap getir jawaban?

Purwokero, Juni 2007

Suara Dalam Hati

Tak ada rasa yang memikat hati
dalam retak suasana hari
membaginya dalam dilemma
setiap terdaki langkah menuju
bingkai yang memudar

Sunyipun sebagai tanda walau
indah cahaya tak mampu
memberikan suara dalam hati
serpihan kaca menyatu
bagai genggaman

Bertanyalah pena dalam kertas
Mampukah maya diubah nyata?

Bualan takdir mulai terasa
tangispun bersuara lirih
samapai tempat ku pijak
tak mendapatkannya arti

Purwokerto, juli 2007

Rumah Cinta

Dari awal rumah terbangun megah
menyatukan tiap-tiap kayu
yang disetiap batangnya kutemukan
arti hidup dalam cinta
perlahan kau ada dalam ingatan
saat kaki dan tubuh lemas memikul hidup
yang kutaruh dalam keringat
bercucuran karena terik matahari
yang makin tak kenal siapa diri ini

Rumah cinta
maukah kau bersamaku selalu
melindungiku yang kian rapuh
tak terhitung dalam ukuran waktu
membayang, membekas rona-rona peristiwa
hingga ku tidur dengan tenang

Purwokerto, Mei 2007

Ah

Sekalipun pikiranku masuk bersama raga
merajut hari-hari yang terasa bercelah
melebar menghalang mata yang membias wajah

Ah
kurasa hati telah lelah berbuat dengan kata
badan telah mencapai titik jenuh
tak mungkin bisa mengenggam rasa

saat mengatakan ah
mungkin hawaku telah pergi jauh tak berkunjung
tak meninggalkan pesan cinta berkenang

tak ada mata terpasang dalam hati yang semakin rindu
menunggu bidadari waktu menghampiri

Purwokerto, Mei 2007

Mengenalmu

Awal ada yang tak sengaja dalam hati
membuat isyarat hasrat tak lagi tertahan
melalui kata dan tulisan
ku mulai membuat sebuah pesona
tuk dapat mengenalmu dari kejauhan

Waktupun merasa mendukung keberadaan
pijakan sapa dari belakang menuntun
semangat juang bak pendekar seakan tumbuh
melebihi kemauan yang memiliki roh

Jiwa-jiwa pada diri tak lagi mempedulikan
apa yang terlihat dan terasakan pada hawa
sepintas pergi tanpa kata
membekas tanpa adanya luka
tentang peristiwa berarti dalam bingkisan
anugerah

Purwokerto, Mei 2007

Foto Dihadapanku

Tak sempat terbayang oleh mimpi
kenapa dihadapan mata terdapat foto
menggambarkan wajah dalam senyuman
membuat diri semakin berkhayal jauh
hingga melebihi cepatnya imajinasi waktu
meski kau tak dekat dengan sekatan waktu
tapi terasa bayangmu disini
menemani hari-hari yang hilang
terkubur keluar melewati lingkaran ruang
hampa terisi oleh perasaan dua insan
manusia

Keberadaan fotomu itu seakan ada yang
berubah
dari letak wajah berhadapan satu dengan
jiwa
kearah dua bola mata yang kau sendiri tak
mungkin
bisa melihat jelas

Apa yang akan bicara sejenak dengan
pancaran sinar mata?

Foto yang ada dihadapanmu sekarang
tak mungkin terubah dalam bentuk
sempurna
bertambahkan mutiara putih menyilaukan
seluruh warna dalam hati

Purwokerto, Mei 2007

KepadaNya Itu

Saling berebut,
saling mencari hembusan angin dalam ruang
tuk merangkai di pondasi tubuh
lahirnya itu berkat dasar jiwa yang
terpenggal mimpi
membayangkan rindu tertidur rundung
membukakah celah pintu doa
dengan perbuatan hidup
nyata, bertitik awal agar berbuat wajar
seperti: koyakan kerikil dalam wadah
kayu menghasilkan pasir
: putusan benang tasbih terkena
  kuku tajam, keji membakar raut
  roda

KepadaNya
ingin kusampaikan doa itu
berbentuk nurani
rabaan dari hidup
yang
merindukan dekapanmu
semoga
kan terkabulkan
walau cucuran tetesan tangis
tak bisa kembali
pada jam pagi sampai malam

Purwokerto, Juli 2007

Sajak Jalan

Ketika tatapan mata tertuju
pada malam
seakan
ada jiwa-jiwa yang larut
dalam dinginnya malam
dengan laju-laju kendaraan,
suara bersolek, serta dalamnya tiang-tiang jalan
memberikan arti tanda masuk
pada ucapan angin hilang terhempas
begitu dinginnya
hingga
terkupas sebuah jati diri
akan kejadian dijalani pada hari ini

Seperti karpet merah
tergelar pucuk awan
tinggi melayang tanpa adanya
celah rintangan

Maka seperti itu juga jalan
berlapang dada diberikannya
tuk semua manusia
yang berjalan diatas tubuh jalan

Purwokerto, Juli 2007

Sajak Tatapan

Seperti mata jalang melihat indahnya titik
makin jauh dan mendekat pada masjid
dalam kotak biru, bergaris putih,
melingkar bentuk segitiga
terdapat bahasa mati tak bersuara
menikam, mencari buih-buih permintaan
yang dibawa tubuh dalam dosa
terasakan berat menjauhkan langit ke badan bumi
tertandas panggilan lewat hilir mudik
aroma resah yang memuntahkan jarum bercabang

Pagi, siang dan malam yang terlihat
tetap berdiri kokoh
di temani besi putih
yang berkilaukan karat
tua berantakan tanda angka
plus minus, minus plus
tak jarang ada dibawahnya
: ingin tangan memahami itu
  ingin kaki berlari ke awang-awang ruang
  ingin hakikat berhadapan baru dengan roh
  keinginan itu selalu tunduk menghormati kepastian
  membagikannya lembaran kertas berisikan
  petunjuk kata menyebar takjub

Walaupun kini tempatnya berdiri
hanya ada jalan setapak
ditemani rumah dan jantung kota
berkerumun pohon bergeraikan daun hujan
jatuh membenahi keterpanjatannya
tetap ada ketakutan dalam kesadaran ku

Purwokerto, Juli 2007

Saat Kau Berangkat

Kau tidak pernah keliru
antara daratan hijau dan laut membiru
dan bahtera yang kau tinggalkan
kian laju membelah samudera
bahtera penuh nostalgia ini
tidak pernah sunyi
dengan lagu-lagu pelaut yang merindu
untuk segera berangkat
meninggalkan segalanya
ke pulau ketiga
semoga kau berangkat
bekalmu telah sarat

Pesan Seorang Penyair

Dari longgokan sampah
Ku titipkan
Pesan seorang penyair
Jauhilah politik
Dekati perempuan
Bila bercumbu
Dada berdebar-debar
Fantasi kian menjalar
Asosiasi tambah kaya
Imaginasi aktif bekerja

Abstraksi Kenangan

Lalu kau tuliskan
Seperti guratan hari-hari kita, demikian abstrak,
Tak jelas canda atau petaka
Tak jelas nama atau becanda
Lalu
Kau hapus segala kenangan,
Begitu saja
Ya, begitu saja

Purwokerto, Agustus 2007

Biodata:
Yudhiono Aprianto lahir di Purwokerto 15 April 1986 tergabung dalam “Teater PERISAI” Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Alamat Jalan Pahlawan 617 rt 07/rw 04 Desa Tanjung Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas 53143
Email: a_yudiswara@yahoo.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com