Arti Kecil Kenangan
Itu
berbuah dari awal
menuju akhir peristiwa
bersenandung arti
berbingkai wajah
membumi, menuliskan nama dipangkuan janji
takkan terputus walau sesaat
hingga sulit memilih antara siap atau tidak
melakukannya
artiku-artimu
sama berarti, kering membasahkan telaga
putih mewarna
membius kehidupan yang ada
tiap harinya terpandang oleh langit
diri ini kecil, tak sebesar ciptaan khayalan
berpadu dengan kenangan
Bingkai Kecil, Dukuhwaluh 2008
Tuk Esok
Semuanya ingin lebih baik,
bisa tersenyum lebar bertangkaikan cahaya
diantara paras putra-putri pertiwi
tuk esok,
hanya dinanti dengan doa
yang berkorbankan waktu panjang
memanjangkan langkah ditengah kerikil menajam
tuk esok,
semangat tumbuh menafaskan lafal
bergelegar jauh disebrang jarak
disisi hanya ada hari
satu persatu mulai menjauh dari hitungan
aku bersaksi,
seraya alam berbenah diantara kabut
turun membumi menyegarkan pandangan
berkedip terkena debu.
Bingkai Kecil, Purwokerto 2008
Jika Ku Bisa
Mengartikan bahasa pohon
ditengah rumput
dia pastinyakan kian ceria
menanti kabar embun
putih menetes dari pucuk daun
kembali menyapa lapang
sesekali celoteh tentang hidup, cuaca, isyarat, serta karya
dapat ditandai dengan bahasa
hingga berarti lebih bagi semua
jika ku bias semua bahasa
menyentuh hati lalu berlaku
maka arti menjadi penentu
Bingkai Kecil, Dukuhwaluh 2008
Terima Kasih
Atas semua
kasihnya,
ku terima tanpa ada imbalan menghadang
hanya doa beserta amal yang nantinya kau bawa
sebagai bekal disaat waktu istirahat mulai menanti
ditengah lelah yang berkasih
Bingkai Kecil, Purwokerto 2008
Seketsa Perbedaan
Melukisnya ditengah-tengah tangis
antara mata memanjangkan cerita
manusia.
Dibenak hati tak tertahan
Ingin segera terungkap tertangkap, melalui kepasrahan.
Perlahan mengakui
Bingkai Kecil, Purwokerto 2008
Dalam Pikiran
Tiap kali ada udara masuk dalam
masalah
pikiran kecil mulai menari-nari
mengejek
dari belakang helai rambut terasa nyeri
memutih meluas merambat
hingga ujung
pangkal emosi terbungkus oleh rasa
penasaran tinggi
Dalam pikiran
sempat bertanya sejenak pada diri
apakah mungkin hal ini ada dan terjadi?
Satu persatu mendekat, satu persatu
pula menjauh
hilang tak berbekas dari wujud aslinya
memecah keping demi keping sampai
rasa mulai
menyentuh dengan tangis pedih
tergurat oleh perbedaan sejenak
Bingkai Kecil, Purwokerto April 2007
Sebenarnya
Mata telah tertutup jejak kabut
tebal menyelimuti perasaan
melupakan sejenak hamparan mimpi
dikelilingi bayang-bayang waktu
yang ada tak menjadikan nyata
Seruni kata mendongkrak amarah
lewat biasan wajah yang
tiap kali makin membatu
kerutan dahi tampak
kala ragu mulai menyelimuti
sunyi bersemi
Wangi gaun terkupas jarak
sajak kata menitipkan bisu
kaki yang berpijak berlari
ke sana kemari melewati samar
adakah ringkasan gelisah
menunggu tiap getir jawaban?
Purwokero, Juni 2007
Suara Dalam Hati
Tak ada rasa yang memikat hati
dalam retak suasana hari
membaginya dalam dilemma
setiap terdaki langkah menuju
bingkai yang memudar
Sunyipun sebagai tanda walau
indah cahaya tak mampu
memberikan suara dalam hati
serpihan kaca menyatu
bagai genggaman
Bertanyalah pena dalam kertas
Mampukah maya diubah nyata?
Bualan takdir mulai terasa
tangispun bersuara lirih
samapai tempat ku pijak
tak mendapatkannya arti
Purwokerto, juli 2007
Rumah Cinta
Dari awal rumah terbangun megah
menyatukan tiap-tiap kayu
yang disetiap batangnya kutemukan
arti hidup dalam cinta
perlahan kau ada dalam ingatan
saat kaki dan tubuh lemas memikul hidup
yang kutaruh dalam keringat
bercucuran karena terik matahari
yang makin tak kenal siapa diri ini
Rumah cinta
maukah kau bersamaku selalu
melindungiku yang kian rapuh
tak terhitung dalam ukuran waktu
membayang, membekas rona-rona peristiwa
hingga ku tidur dengan tenang
Purwokerto, Mei 2007
Ah
Sekalipun pikiranku masuk bersama raga
merajut hari-hari yang terasa bercelah
melebar menghalang mata yang membias wajah
Ah
kurasa hati telah lelah berbuat dengan kata
badan telah mencapai titik jenuh
tak mungkin bisa mengenggam rasa
saat mengatakan ah
mungkin hawaku telah pergi jauh tak berkunjung
tak meninggalkan pesan cinta berkenang
tak ada mata terpasang dalam hati yang semakin rindu
menunggu bidadari waktu menghampiri
Purwokerto, Mei 2007
Mengenalmu
Awal ada yang tak sengaja dalam hati
membuat isyarat hasrat tak lagi tertahan
melalui kata dan tulisan
ku mulai membuat sebuah pesona
tuk dapat mengenalmu dari kejauhan
Waktupun merasa mendukung keberadaan
pijakan sapa dari belakang menuntun
semangat juang bak pendekar seakan tumbuh
melebihi kemauan yang memiliki roh
Jiwa-jiwa pada diri tak lagi mempedulikan
apa yang terlihat dan terasakan pada hawa
sepintas pergi tanpa kata
membekas tanpa adanya luka
tentang peristiwa berarti dalam bingkisan
anugerah
Purwokerto, Mei 2007
Foto Dihadapanku
Tak sempat terbayang oleh mimpi
kenapa dihadapan mata terdapat foto
menggambarkan wajah dalam senyuman
membuat diri semakin berkhayal jauh
hingga melebihi cepatnya imajinasi waktu
meski kau tak dekat dengan sekatan waktu
tapi terasa bayangmu disini
menemani hari-hari yang hilang
terkubur keluar melewati lingkaran ruang
hampa terisi oleh perasaan dua insan
manusia
Keberadaan fotomu itu seakan ada yang
berubah
dari letak wajah berhadapan satu dengan
jiwa
kearah dua bola mata yang kau sendiri tak
mungkin
bisa melihat jelas
Apa yang akan bicara sejenak dengan
pancaran sinar mata?
Foto yang ada dihadapanmu sekarang
tak mungkin terubah dalam bentuk
sempurna
bertambahkan mutiara putih menyilaukan
seluruh warna dalam hati
Purwokerto, Mei 2007
KepadaNya Itu
Saling berebut,
saling mencari hembusan angin dalam ruang
tuk merangkai di pondasi tubuh
lahirnya itu berkat dasar jiwa yang
terpenggal mimpi
membayangkan rindu tertidur rundung
membukakah celah pintu doa
dengan perbuatan hidup
nyata, bertitik awal agar berbuat wajar
seperti: koyakan kerikil dalam wadah
kayu menghasilkan pasir
: putusan benang tasbih terkena
kuku tajam, keji membakar raut
roda
KepadaNya
ingin kusampaikan doa itu
berbentuk nurani
rabaan dari hidup
yang
merindukan dekapanmu
semoga
kan terkabulkan
walau cucuran tetesan tangis
tak bisa kembali
pada jam pagi sampai malam
Purwokerto, Juli 2007
Sajak Jalan
Ketika tatapan mata tertuju
pada malam
seakan
ada jiwa-jiwa yang larut
dalam dinginnya malam
dengan laju-laju kendaraan,
suara bersolek, serta dalamnya tiang-tiang jalan
memberikan arti tanda masuk
pada ucapan angin hilang terhempas
begitu dinginnya
hingga
terkupas sebuah jati diri
akan kejadian dijalani pada hari ini
Seperti karpet merah
tergelar pucuk awan
tinggi melayang tanpa adanya
celah rintangan
Maka seperti itu juga jalan
berlapang dada diberikannya
tuk semua manusia
yang berjalan diatas tubuh jalan
Purwokerto, Juli 2007
Sajak Tatapan
Seperti mata jalang melihat indahnya titik
makin jauh dan mendekat pada masjid
dalam kotak biru, bergaris putih,
melingkar bentuk segitiga
terdapat bahasa mati tak bersuara
menikam, mencari buih-buih permintaan
yang dibawa tubuh dalam dosa
terasakan berat menjauhkan langit ke badan bumi
tertandas panggilan lewat hilir mudik
aroma resah yang memuntahkan jarum bercabang
Pagi, siang dan malam yang terlihat
tetap berdiri kokoh
di temani besi putih
yang berkilaukan karat
tua berantakan tanda angka
plus minus, minus plus
tak jarang ada dibawahnya
: ingin tangan memahami itu
ingin kaki berlari ke awang-awang ruang
ingin hakikat berhadapan baru dengan roh
keinginan itu selalu tunduk menghormati kepastian
membagikannya lembaran kertas berisikan
petunjuk kata menyebar takjub
Walaupun kini tempatnya berdiri
hanya ada jalan setapak
ditemani rumah dan jantung kota
berkerumun pohon bergeraikan daun hujan
jatuh membenahi keterpanjatannya
tetap ada ketakutan dalam kesadaran ku
Purwokerto, Juli 2007
Saat Kau Berangkat
Kau tidak pernah keliru
antara daratan hijau dan laut membiru
dan bahtera yang kau tinggalkan
kian laju membelah samudera
bahtera penuh nostalgia ini
tidak pernah sunyi
dengan lagu-lagu pelaut yang merindu
untuk segera berangkat
meninggalkan segalanya
ke pulau ketiga
semoga kau berangkat
bekalmu telah sarat
Pesan Seorang Penyair
Dari longgokan sampah
Ku titipkan
Pesan seorang penyair
Jauhilah politik
Dekati perempuan
Bila bercumbu
Dada berdebar-debar
Fantasi kian menjalar
Asosiasi tambah kaya
Imaginasi aktif bekerja
Abstraksi Kenangan
Lalu kau tuliskan
Seperti guratan hari-hari kita, demikian abstrak,
Tak jelas canda atau petaka
Tak jelas nama atau becanda
Lalu
Kau hapus segala kenangan,
Begitu saja
Ya, begitu saja
Purwokerto, Agustus 2007
Biodata:
Yudhiono Aprianto lahir di Purwokerto 15 April 1986 tergabung dalam “Teater PERISAI” Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Alamat Jalan Pahlawan 617 rt 07/rw 04 Desa Tanjung Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas 53143
Email: a_yudiswara@yahoo.com