Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Keron Menolak Atribut Partai Politik

Kompas.com - 10/02/2009, 09:39 WIB

AWAL tahun 2000, menjelang Pemilu 2004, maraknya pemasangan atribut partai politik di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memicu terjadinya perselisihan dua warga yang masih terikat tali kekerabatan dan bertetangga dekat.

Pertengkaran mulut yang kemudian berakhir dengan baku hantam itu merupakan kericuhan pertama yang mengoyak ketenangan dan kedamaian dusun yang berada di lereng Gunung Merapi itu.

Konflik yang dilatarbelakangi oleh ketidaksenangan seorang kader parpol terhadap pemasangan atribut parpol tertentu itu akhirnya terpaksa diselesaikan dengan bantuan pamong dusun beramai-ramai dengan warga dusun lainnya. Perkelahian memang berhenti, tetapi dendam tetap tersimpan dan merenggangkan hubungan keduanya hingga berbulan-bulan kemudian.

Tidak hanya bagi yang berselisih, kejadian ini juga sudah cukup meninggalkan bekas berupa trauma yang demikian mendalam bagi warga dusun lainnya. ”Dengan mempertimbangkan pengalaman itu, pada Pemilu 2009 kami memutuskan untuk bersepakat menolak pemasangan atribut,” ujar Kepala Dusun Keron Hadi Prawoto, Minggu (8/2) di Magelang. Dusun Keron berpenduduk 80 keluarga dan memiliki luas wilayah sekitar 2.000 meter persegi.

Peraturan dusun

Tidak tanggung- tanggung, ketegasan sikap menolak pemasangan atribut bahkan dituangkan dalam bentuk peraturan dusun. Dalam peraturan itu, larangan memasang atribut parpol itu dinyatakan dalam empat poin penting, yaitu tidak boleh memasang spanduk, tidak boleh memasang bendera parpol, tidak boleh memasang stiker parpol, pamflet, poster parpol, serta tidak boleh memasang atribut parpol apa pun di tembok, pohon, dan tempat umum di Dusun Keron.

Agar lebih ”mengancam” atau ”memperingatkan” warga ataupun penduduk kampung lain yang lewat, kertas pengumuman itu pun ditempel di sejumlah tempat, seperti di tembok rumah warga, pos kamling, dan pohon di sepanjang jalan di Dusun Keron.

Ide menolak pemasangan atribut ini berasal dari kelompok pemuda Dusun Keron yang mulai gelisah melihat semakin maraknya pemasangan aneka ragam pemasangan atribut pada tahun 2008. Khawatir perselisihan kembali terjadi, mereka pun mengusulkan kepada Hadi agar secepatnya dibuat peraturan desa khusus berisi larangan pemasangan atribut. Ide itu dikomunikasian kepada warga dusun lainnnya.

”Oleh karena warga juga merasakan kekhawatiran yang sama, akhirnya kami pun sepakat mengeluarkan peraturan larangan pemasangan atribut parpol yang mulai berlaku pada Januari 2009,” ujarnya.

Sujono, seorang tokoh pemuda, menerangkan, seiring dengan itu, kelompok pemuda Dusun Keron mencopot semua atribut parpol yang sudah terpasang. Kini, sedikitnya 100 atribut parpol dicopot dan disimpan di rumahnya.

Setelah peraturan dusun berjalan, pengawasan terus dilaksanakan. ”Jika masih ada yang tetap nekat melanggar, atribut parpol yang dipasang langsung kami copot,” ujarnya.

Dengan diterbitkannya peraturan dusun itu, wilayah Dusun Keron sepanjang 2 kilometer bersih dari aneka atribut. Ini menimbulkan pemandangan yang sungguh kontras karena begitu menginjak dusun tetangga, Dusun Nglulang, sudah tampak bendera Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkibar-kibar.

Sujono mengatakan, diterbitkannya peraturan dusun tentang larangan memasang atribut ini dirasa merupakan upaya yang terbaik. Sebab, seiring dengan memanasnya suhu politik, kondisi atribut parpol yang terpasang pun menjadi hal yang luar biasa sensitif bagi warga Dusun Keron.

”Ketika ada bendera parpol yang jatuh atau sobek, simpatisan dan kader partai itu pasti akan serta-merta menuduh hal itu disebabkan ulah dari kader partai lainnya. Ini akan membuat suasana antartetangga menjadi tidak enak,” ujar Sujono, seniman yang tergabung dalam kelompok seniman lima gunung ini.

Tidak hanya itu, tokoh pemuda lainnya, Predi, mengatakan, jika tidak dilarang, maraknya pemasangan atribut juga dikhawatirkan akan menodai keindahan pemandangan pedesaan. Sebab, masing-masing parpol seolah berlomba-lomba untuk memasang atributnya di tempat yang paling tinggi.

Dengan adanya peraturan dusun itu, Hadi sekaligus ingin menegaskan kepada warga, tidak ada gunanya berselisih paham, apalagi mengorbankan tali persaudaraan demi sebuah kepentingan parpol.

”Apa gunanya ribut memperjuangkan partai? Ketika suatu parpol tertentu berhasil meraup suara terbanyak pada Pemilu 2004, parpol itu pun akhirnya juga tidak memberikan kontribusi yang cukup berarti untuk pembangunan dusun,” ujarnya. (Regina Rukmorini)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com