Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luapan Pertama Sungai Ciliwung pada 2009

Kompas.com - 14/01/2009, 09:26 WIB

JAKARTA, RABU — Pertengahan Januari ini, Sungai Ciliwung meluap untuk pertama kalinya pada tahun 2009. Di Bendung Katulampa, hingga Selasa (13/1), ketinggian air menembus 160 sentimeter dan di Pos Air Depok mencapai 300 sentimeter. Air mulai menggenangi sebagian wilayah Jakarta, Selasa malam sekitar pukul 19.00.

”Hujan deras mengguyur sepanjang Senin (12/1). Selasa, meski cuma gerimis, tetapi terus turun sejak pagi sampai malam. Ketinggian air pun sempat naik hingga 160 sentimeter, 20 sentimeter di atas normal,” kata kepala penjaga Bendung Katulampa, Andi Sudirman, Selasa kemarin.

Hal senada diungkapkan Ardi, penjaga Pos Air Depok. Menurut Ardi, dengan curah hujan tinggi dan terus-menerus, air dipastikan mengalir langsung ke Jakarta. Lama waktu yang diperlukan untuk perjalanan air dari Katulampa, Depok, sampai ke Jakarta lebih kurang delapan jam.

Senin lalu, tampak derasnya air mengalir di Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa. Aliran air tampak berwarna coklat, pertanda membawa material tanah atau pasir dari hulu sungai di Puncak. Arus juga membawa sampah-sampah plastik. Aliran air yang biasanya cukup tenang itu kemarin mulai bergolak.

Debit air yang semakin tinggi itu meningkatkan kecepatan aliran air. Lumpur, tanah, dan sampah digiring cepat melewati Katulampa, menembus kawasan Bantar Kemang, Bogor, melewati Kebun Raya terus hingga ke Depok dan Jakarta. Batu-batu besar yang tampak menghiasi sepanjang aliran Ciliwung mulai tertutup air.

”Di badan sungai setelah Kebun Raya ini biasanya beton-beton penahan arus terlihat menonjol. Biasanya daerah ini tidak bisa dilewati perahu karet. Namun, kini sebagian besar telah tertutup. Sekarang tim saya dan Kompas bisa melewatinya meski dengan sangat hati-hati,” kata Lody Korua, pengelola Arus Liar, saat menjajal jalur penelusuran Ciliwung untuk persiapan Ekspedisi Kompas Ciliwung, Senin.

Tergenang dan Longsor

Petugas penjaga bendung mulai mengatur aliran air, membaginya ke kanal yang mengalir ke Depok hingga Jakarta. Namun, Ciliwung tidak dapat dibendung, luapan airnya tetap saja menggenangi sedikitnya 14 titik kawasan di Jakarta.

Data dari Pusat Krisis DKI, ke-14 titik itu adalah Pengadegan, Kalibata, Rawa Jati, Gang Arus, Bukit Duri, Bidara Cina, Kampung Melayu, Matraman, Kali Pasir, Kwitang, Jatinegara, Jati Pulo, Tomang, dan Pulo Gadung.

Warga yang bermukim di 14 titik itu, kata petugas Pusat Krisis DKI, Basuki, sudah diimbau untuk segera mendirikan posko banjir sebagai tempat pengungsian.

Hingga Selasa malam, Pusat Krisis DKI dan Traffic Management Center Polda Metro Jaya mencatat masih terdapat genangan air akibat hujan yang terus turun sejak Senin lalu. Beberapa genangan terpantau ada di tujuh kelurahan.

Di Jakarta Pusat, genangan antara lain ada di Rawasari, Salemba, Cempaka Putih, Cempaka Tengah, dan Laguna Indah kompleks Pertamina, dengan ketinggian air 30-60 sentimeter. Di Jakarta Barat, genangan 30-40 sentimeter terjadi di Jalan Pasemol, Rawa Buaya, dan Taman Kota. Di Jakarta Selatan, banjir terjadi di Petogogan, Kebon Baru, setinggi 15-20 sentimeter.

Di Jakarta Timur, genangan setinggi 20-30 sentimeter terpantau di Jalan Perintis Kemerdekaan, depan Kampus ASMI. Sedangkan di kawasan Kayu Putih, Cipinang Besar Utara, Cipinang Cempedak, dan Jatinegara digenangi air setinggi 30-60 sentimeter. Diperkirakan, jika hujan terus turun pada Selasa malam, ketinggian genangan bisa bertambah 10-100 sentimeter. Selain genangan, tanah longsor juga menyulitkan sebagian warga di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Sekolah darurat

Menghadapi datangnya banjir, warga Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, yang setiap tahun menerima luapan Ciliwung, meminta Pemerintah Provinsi DKI menyediakan sekolah darurat. Dari pengalaman mereka, banjir menjadikan pelajar di sana ketinggalan pelajaran karena kegiatan belajar-mengajar bisa terhenti sampai satu bulan.

Para pelajar itu tidak bisa belajar karena banyak buku pelajaran mereka yang rusak, seragam dan alat tulis hilang, serta tidak ada tempat layak untuk belajar. Permintaan sekolah darurat itu disampaikan Ketua RT 06 RW 02 Awaluddin, Selasa. ”Di RT 06 ini ada 20 murid sekolah dasar dan sekitar 15 murid SMP-SMA. Tiap tahun, setiap banjir, mereka tidak bisa belajar. Akhirnya nilai di sekolahnya menurun,” kata Awaluddin.

Ny Lilis (31), seorang warga, berharap jika terjadi banjir setidaknya diadakan kegiatan positif yang bisa dilakukan anak-anak di tempat pengungsian. (NEL/ARN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com