Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Peduli Palestina?

Kompas.com - 30/12/2008, 07:38 WIB

Oleh Zuhairi Misrawi

Tiga ratus warga Palestina di Jalur Gaza tewas dan seribu lainnya terluka. Itulah pelanggaran kemanusiaan terbesar di pengujung tahun 2008, yang telah mengentakkan dunia. Tidak tertutup kemungkinan jumlah tersebut akan bertambah karena Israel masih akan melanjutkan serangannya dalam beberapa hari mendatang, baik melalui serangan udara maupun serangan darat.

Serangan Israel terhadap Gaza kali ini memberikan makna tersendiri bagi kalangan Muslim karena bertepatan dengan Tahun Baru 1430 Hijriah. Menurut Mahmud Mubarak (2008), serangan Israel kali ini meninggalkan luka yang amat dalam karena terjadi pada saat umat Islam merayakan Tahun Baru, dan atas dukungan dari negara-negara Arab lainnya, dan pihak Palestina juga.

Keputusan Israel menyerang Gaza sebagai sikap politik untuk menumpas habis jantung kekuatan Hamas. Saat ini Hamas merupakan musuh bersama karena mereka merupakan faksi politik terbesar yang diduga kuat akan memenangi pemilu yang akan berlangsung bulan depan. Oleh sebab itu, serangan Israel diduga kuat sebagai paket untuk melumpuhkan kekuatan Hamas menjelang pemilu yang akan menentukan arah politik Israel-Palestina pada tahun-tahun mendatang.

Hamas akan kian populer

Tentu, pihak Israel berharap Hamas tidak meraih dukungan yang signifikan dari rakyat Palestina pada pemilu mendatang. Caranya adalah dengan menangkap tokoh-tokoh kunci Hamas dan menciptakan psikologis terancam bagi kekuatan mereka di Gaza. Dengan demikian, pihak Fatah yang merupakan sahabat karib Israel dan Amerika Serikat dengan mudah dapat memenangi pemilu.

Meskipun demikian, Mahmud Mubarak, analis harian Al-Hayat, meragukan bahwa misi Israel kali ini berhasil, khususnya untuk meredam dan membendung kekuatan Hamas yang telah mengakar di Gaza. Alih-alih membabat habis kekuatan mereka, Hamas justru akan semakin populer. Sebagai kelompok yang terzalimi, itu justru akan memberikan dampak positif. Sejak dulu, dukungan kepada Hamas bukan menyusut, tetapi justru bertambah karena Hamas merupakan pihak yang mempunyai sikap tegas kepada Israel.

Di samping itu, dukungan dari masyarakat Arab kepada Hamas makin luas. Pemerintah dunia Arab makin terdesak antara mendukung Israel atau mendukung Hamas yang merupakan korban dari penyerangan brutal itu. Tidak bisa dielakkan bahwa para pemimpin dunia Arab akan tertekan, dan mau tidak mau harus memberikan dukungan kepada Hamas.

Masa depan Palestina

Terlepas dari itu semua, satu hal yang tak terpikirkan, baik oleh Israel, maupun Hamas adalah soal masa depan Palestina. Sikap antagonistik dan oposisional, Israel-Hamas, pada akhirnya akan menyulitkan Palestina. Di satu sisi, Israel menolak eksistensi Hamas, dan sebaliknya, di sisi lain, Hamas menolak keberadaan Israel.

Sikap kaku semacam itu sudah terbukti gagal. Sudah beberapa tahun ini tidak ada solusi yang adil bagi kedua belah pihak. Belum lagi intervensi dari pihak luar semakin memperumit hubungan Israel-Hamas. Sejumlah perundingan hanya berhenti di atas meja karena Hamas sebagai kekuatan penting di Palestina kerap diabaikan dalam upaya pengambilan keputusan.

Terlebih, harus diakui, konflik internal antara Hamas dan Fatah. Gagalnya perundingan yang dimediasi Liga Arab di Mesir baru-baru ini menggambarkan bahwa ketidakmampuan Hamas dan Fatah untuk membicarakan perihal masa depan Palestina. Jika di antara mereka tidak mampu mencari titik temu untuk kepentingan Palestina, bagaimana dengan pihak internasional? Oleh sebab itu, masalah Palestina pertama-tama sangat bergantung pada sejauh mana kedua faksi tersebut mampu mencapai kemufakatan tentang peta baru politik Palestina, terutama dalam kaitannya dengan Israel.

Pada masa lalu, Hamas yang dikenal sebagai faksi keras dan menggunakan jihad (perang) sebagai salah satu ideologi politiknya sebenarnya mempunyai wajah lain yang relatif moderat. Menurut Shaul Mishal dan Avraham Sela dalam The Palestinian Hamas, Hamas sebenarnya mempunyai pengalaman koeksistensi di tengah konflik, yaitu saat Hamas mau berdamai dengan Organisasi Pembebasan Palestina yang dipimpin mendiang Yasser Arafat. Mereka mempunyai doktrin, yaitu larangan berperang di antara sesama warga Palestina (hurmat al-qital al-dakhily).

Pada akhirnya, kepentingan Palestina harus diletakkan di atas segala-galanya. Termasuk bagi Israel yang sedang melancarkan serangan, bahwa apa yang mereka lakukan saat ini pada hakikatnya hanya menyusahkan warga sipil dan menambah penderitaan bagi Palestina. Serangan mereka kali ini hanya membangkitkan benih-benih radikalisme di Timur Tengah dan dunia pada umumnya.

Zuhairi Misrawi Ketua Moderate Muslim Society

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com