Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajah Wonosobo dalam Tiga Malam

Kompas.com - 25/12/2008, 00:36 WIB

Tradisi potong gembel atau gimbal sejatinya hanya bisa ditemukan di dataran tinggi Dieng, Wonosobo, dan di Thekelan, Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Namun, Jumat (12/12) sore, anak berambut gimbal tampil di panggung terbuka Kampung Seni Lerep Ungaran, Kabupaten Semarang.

Bukan sedang akan memangkas gimbalnya, Triyani, bocah berusia 6 tahun asal Kecamatan Kertek, Wonosobo, ini hadir sebagai peraga tradisi potong gembel. Prosesi yang memang cukup langka dan unik. Mbah Hadi Sunarso (92), sesepuh desa, turut berkisah soal tradisi yang dipercaya turun-temurun merupakan warisan Kiai Kaladite, leluhur penduduk dataran tinggi Dieng.

”Pemotongan rambut ini juga harus sesuai dengan keinginan sang anak. Juga harus menggelar prosesi dan memenuhi permintaan sang anak agar rambut gimbal ini setelah dipotong tidak tumbuh lagi,” ujar Mbah Hadi.

Sebagai bagian dari acara Wonosobo Night yang digelar di Kampung Seni Lerep (KSL) hingga 14 Desember, tradisi unik tersebut cukup menyerap perhatian. Wonosobo Night juga menawarkan kesenian di luar arus utama.

Panitia dan pengelola KSL berani mengambil risiko mengangkat kesenian yang belum terangkat ke permukaan. Sebagai tarian pembukaan, alih-alih menyuguhkan lengger, panitia berani menyuguhkan Tari Karmapala yang belum terlalu dikenal masyarakat. Tarian yang berkembang di Desa Banyumudal, Kecamatan Sapuran, Wonosobo. Tarian ini menirukan gerakan kera yang gesit dan ”nakal”.

”Kami memang mencoba mengangkat kesenian yang kurang populer, tetapi memiliki potensi. Ini juga yang membuat kami mengangkat Wonosobo,” kata Manajer Kampung Seni Lerep Pudjiachirusanto.

Lukisan yang ditampilkan dalam pameran lukisan Wonosobo Night cukup menggelitik, mulai dari Barack Obama, presiden terpilih Amerika Serikat yang tersusun dari mosaik bebatuan; Al Gore, mantan capres AS, sedang mengemis; serta pelesetan simbol perjuangan prajurit AS di Iwojima, Jepang. Tentara yang seharusnya mendirikan tonggak bendera ini ternyata diganti selang bensin.

Seni lukis menjadi salah satu potensi di Wonosobo yang saat ini sedang berkembang. Pelukis-pelukis profesional baru yang belajar secara otodidak pun bermunculan dan mampu menghasilkan karya bermutu dan bernilai jual tinggi. ”Seni lukis sudah dipandang sebagai jalan hidup yang bisa menyejahterakan pelukisnya,” ungkap Manajer Komunitas Air Gunung Wonosobo Agus Wuryanto, Sabtu.

Dua tahun sejak Komunitas Air Gunung berdiri, sudah ada lebih 20 pelukis profesional yang bergabung. Sebelumnya, para pelukis tersebut pernah berpameran di beberapa tempat, seperti Bentara Budaya Yogyakarta, Galeri Moon Decor Jakarta, dan Markas Besar Polri.

Wajah Wonosobo memang seolah hendak dipampatkan dalam acara tiga malam ini. Batik, seni kriya, musik, lukisan, foto-foto, bahkan hingga makanan khas, seperti mi ongklok dan tempe kemul, turut disajikan. Namun, untuk mencoba dua yang disebutkan, pengunjung harus merogoh dompetnya. (GAL/DEN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com