Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Congrock, Kebebasan dalam Berkesenian

Kompas.com - 13/12/2008, 15:15 WIB

SEMARANG, SABTU--Congrock atau keroncong-rock ternyata bukan hasil perkawinan antara musik jenis keroncong dengan musik rock. Congrock merupakan wujud kebebasan dalam berkesenian. Kreativitas tidak dapat dibatasi dengan beragam patokan-patokan yang ada.

Eksperimen dalam menciptakan genre musik baru itu salah satunya dilakukan oleh kelompok Congrock 17 yang lahir pada 23 Maret 1983. Saat itu, kelompok ini berpikir untuk menciptakan sebuah musik baru yang belum pernah ada.

Vokalis Congrock 17 yang juga Ketua Dewan Kesenian Semarang (Dekase) Marco Marnadi, Jumat (12/12) di Kota Semarang, mengatakan, awalnya tidak ada idealisme untuk melestarikan musik keroncong ketika menciptakan congrock. "Kami hanya mencari musik yang bisa kami nikmati sendiri. Tiba-tiba saja ketemu," katanya.

Kata "congrock" pun terlontar justru bukan dari personel grup. Marco bercerita, pendengarlah yang mencetuskan kata itu dari celetukan "kerongconge nge-rock".

Nge-rock di sini bukan seperti musik rock yang keras dan penuh alat musik elektrik. Nge-rock yang dimaksud mengandung unsur keunikan bahwa irama musik keroncong dapat dibuat jenaka dengan menyelipkan unsur-unsur jazz atau country di dalamnya.

Kata "rock" juga melambangkan kebebasan. Marco mengatakan, congrock merupakan lambang bahwa musik sangat luas, dan tidak dapat dikotak-kotakkan. Sifat congrock pun sangat fleksibel, bisa masuk di jenis musik apa saja.

Awalnya, Marco bercerita, congrock tidak dapat diterima karena dinilai menyalahi pakem keroncong klasik. Pakem itu misalnya jumlah alat musik yang dimainkan harus tujuh. Lebih atau kurang dari itu, musik yang dimainkan bukan lagi keroncong.

Namun, lambat laun sambutan masyarakat semakin menggembirakan. Semakin banyak orang yang dapat menerima dan menyukai musik jenis ini. Kini, dengan 15 anggota congrock, mereka menambah alat musik keroncong dengan brass, saksofon, terompet, trombone, drum, dan keyboard.

Saat ini bahkan mulai bermunculan beragam turunan dari keroncong macam keroncong jazz (congjazz), kerondong dangdut (congdut), keroncong goyang (congyang). Sebentar lagi, Marco menyebutkan, pihaknya akan membentuk congculi (keroncong lucu sekali) untuk menambah semarak dunia musik keroncong.

Untuk mengakomodasi grup-grup yang bermunculan tersebut, Komite Musik Dekase Wuryanto membuka ajang Warung Keroncong. Warung Keroncong dikonsep seperti warung, tempat orang berkumpul untuk ngobrol dan santai sambil mendengarkan musik.

Warung Keroncong ini diadakan setiap Rabu minggu terakhir di Taman Budaya Raden Saleh, Semarang. Dalam kegiatan inilah, para penggiat musik keroncong dapat mengekspresikan diri mereka.

"Selain Warung Keroncong, ada juga acara musik keroncong Senandung Rindu di sebuah televisi lokal di Semarang. Tujuan kedua acara ini sama, yaitu kembali memasyarakatkan keroncong," katanya. (Amanda Putri Nugrahanti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com