Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yangshuo, China Sanjie Liu yang "Ruuaarrr Biasa"

Kompas.com - 23/11/2008, 13:18 WIB

Oleh Rakaryan Sukarjaputra

Tiket pertunjukan berharga 25 dollar Amerika Serikat sampai 100 dollar AS ludes bak kacang goreng dalam waktu singkat. Sekitar 3.000 penonton pertunjukan ”opera rakyat” ”Impression Sanjie Liu” pun dibuat terpesona dan terkagum-kagum. Sungguh tidak rugi mengeluarkan uang sebanyak itu untuk menonton opera berdurasi sekitar 70 menit itu karena sutradara terkenal Zhang Yimou dan kawan-kawan memang memberikan sajian yang indah, kolosal, otentik, sekaligus mengagumkan.

Pertunjukan Opera Sanjie Liu hanyalah salah satu dari suguhan pariwisata di kota kabupaten Yangshuo, provinsi otonom Guangxie Zhuang, China bagian selatan, yang kini gencar dipromosikan Pemerintah China. Opera yang menggunakan panggung alam berupa potongan Sungai Lijiang yang luas keseluruhannya 1,654 kilometer persegi, dengan 12 bukit batu kars sebagai layar latarnya, serta tak kurang dari 600 pemain yang terlibat di dalamnya, menampilkan bukan saja keindahan alam China, tetapi juga seni dan budaya sekaligus kreativitas para seniman di belakang opera itu.

Menonton opera itu, kita bisa teringat pada upacara pembukaan Olimpiade di Beijing, China, belum lama ini, yang juga kolosal dan megah. Sanjie Liu lebih memukau lagi karena dimainkan di atas sungai, sehingga perpaduan antara sorotan lampu berwarna-warna dan pantulannya di permukaan sungai yang beriak-riak, serta sorotan lampu yang menyinari 12 bukit kars di belakangnya, ditambah sinar bulan di atasnya, memberikan sensasi yang lebih memukau. Pantaslah bila beberapa orang Indonesia yang menonton opera itu langsung berkomentar singkat, ”Rruuuaaarrrr biasaaa…”.

Opera itu pertama kali dipertunjukkan pada 20 Maret 2004, setelah melalui pengolahan selama 65 bulan, serta revisi sebanyak 109 kali sebelum sampai pada versi akhirnya sekarang ini. Opera itu merupakan hasil kolaborasi empat seniman utama China, yaitu Zhang Yimou, Wang Chaoge, Fan Yue, dan Mei Shuaiyuan. Keempatnya telah dikenal sebelumnya melalui karya-karyanya yang istimewa.

Zhang Yimou dikenal sebagai sutradara film yang melahirkan karya-karya besar seperti Red Sorghum, Judou, dan Heroes. Wang Chaoge mengorbit setelah opera pertamanya, ”The Soul of the Chinese Nation”, meraih sukses besar pada pertunjukan di Great Hall of People, Beijing. Dia kemudian meneruskan suksesnya melalui ”The Dream of Life”, ”In the Name of Peace”, dan ”The Impression of Spring”.

Adapun Fan Yue telah malang melintang 20 tahun di seni panggung dan telah menghasilkan tak kurang dari 100 karya pertunjukan panggung. Beberapa karyanya, antara lain, ”The Soul of Nation”, ”The Soul of Army”, dan ”Beautiful Guli”.

Mei Shuaiyuan dikenal lebih mengkhususkan diri pada penulisan naskah pertunjukan. Karya opera besarnya, antara lain, ”The King of Singing”, dan drama yang dihiasi banyak tarian ”Male Fang Tian Bian”, mendapat apresiasi sangat baik dari banyak orang.

Gadis bersuara merdu

Opera tersebut, menurut sejarahnya, didasarkan atas sebuah film musical China yang dibuat pada 1961. Film itu mengisahkan seorang gadis cantik, anak seorang petani, bernama Liu Sanjie yang tinggal di kota Yizhou. Dia terkenal karena suaranya yang sangat merdu. Sebagian besar lagu yang dinyanyikannya berisi ratapan atas tekanan yang dirasakannya dan para petani di desanya, dari para tuan tanah lokal yang memajaki mereka sangat tinggi. Demi untuk keselamatannya, Liu Sanjie kemudian meninggalkan Yizhou dan pergi ke Yangshuo dengan menggunakan rakit bamboo.

Ternyata, para petani Yangshuo pun mengalami masalah serupa dengan para tuan tanah di sana, dan Liu Sanjie pun mengungkapkan pembelaannya dengan nyanyian-nyanyiannya. Suatu ketika para tuan tanah menantang para petani untuk melakukan kompetisi menyanyi, dengan kesepakatan kalau para petani menang, maka mereka akan dibebaskan dari membayar pajak terhadap para tuan tanah. Dalam kompetisi-kompetisi serupa sebelumnya, para tuan tanah selalu menang. Akan tetapi, kali ini para petani Yangshuo mempunyai Liu Sanjie yang kemudian mewakili mereka dalam kompetisi menyanyi itu. Ternyata, kemerduan suara Liu Sanjie memang tidak terkalahkan sehingga para petani pun menang dan tidak perlu lagi membayar pajak kepada para tuan tanah.

Akan tetapi, para tuan tanah jahat bernama Mo Huairen yang tak rela kehilangan pajaknya kemudian berusaha dengan segala cara untuk merebut Liu Sanjie dari para petani dengan mengiming-imingi banyak hal, termasuk berupaya meminang Liu Sanjie, bahkan berusaha membunuhnya. Namun, Liu Sanjie sudah lebih dulu menjalin kasih dengan putra seorang petani, menolak lamaran tuan tanah itu. Akhirnya demi keselamatan keduanya, Liu Sanjie dan kekasihnya pergi dari Yangshuo dan mendapatkan kebahagiaannya.

Permainan cahaya dan musik

Opera Sanjie Liu terbagi ke dalam tujuh segmen utama, yang masing-masing diwakili dengan dominasi warna tertentu, yaitu perak, emas, biru, hijau, merah, hitam, dan campuran beberapa warna. Panggung sungai dengan daratan di pinggirannya dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menggambarkan kehidupan para petani suku minoritas Zhuang, di dusun mereka, di tempat bertani, dan juga di sungai.

Opera yang memanfaatkan kegelapan malam itu memang mengandalkan kekuatannya pada permainan lampu sorot, bahkan juga pakaian yang khusus diberi beberapa lampu putih (neon). Lampu-lampu sorot itu dipermainkan sedemikian rupa sehingga menciptakan efek dramatis di atas permukaan sungai. Pemandangan itu semakin indah dengan dihiasi sajian musik opera yang intinya bercirikan musik pop, tetapi dengan balutan hiasan-hiasan musik etnik China dan lagu yang seluruhnya berbahasa China.

Potongan badan sungai sebagai panggung, dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan kehadiran sejumlah perahu, panggung-panggung terapung, dan juga bentangan kain dari sisi satu ke sisi lain sungai tersebut.

Akan tetapi, yang sungguh istimewa adalah pemilihan tempat itu sebagai panggung, dengan latar belakang 12 bukit kars di belakangnya. Bukit-bukit yang tidak kecil itu, dengan luar biasa juga, dijadikan bagian dari pertunjukan dengan sorotan lampu yang kuat ke bukit-bukit tersebut.

Inilah bukti nyata tingginya kreativitas seniman-seniman China, yang didukung pula dengan pengerahan berbagai sumber daya, antara lain listrik dan lampu-lampu sorot, dan pemain dalam jumlah banyak, serta perangkat tata suara yang tersebar di berbagai tempat, tetapi menyatu dengan panggung alam itu.

Menyaksikan pertunjukan itu, sebuah pertanyaan menggelitik muncul. Bagaimana bisa dalam lingkungan pemerintahan komunis yang konon sangat mengungkung kreativitas warganya, ternyata bisa dilahirkan karya yang menampilkan kreativitas sangat tinggi itu. Yang jelas, dalam banyak hal, kini kita bisa melihat ternyata China bisa melakukan banyak hal dengan sangat serius dan profesional. Bagaimana dengan kita ???

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com