JAKARTA, KAMIS - Pemerintah menghitung produksi batu bara yang wajib dijual di dalam negeri melalui mekanisme Domestik Market Obligation (DMO) lebih dari 20 persen dari produksi masing-masing perusahaan.
Di samping itu, pemerintah akan memotong hasil produksi batu bara untuk tahun berikutnya, apabila perusahaan tidak memenuhi kewajiban DMO pada tahun berjalan. "Jumlahnya (DMO) sekitar lebih 20 persen dari produksi masing-masing perusahaan pada tahun berjalan. Itu perkiraan kita," kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan Batu Bara, Departemen ESDM, Bambang Gatot Ariyono, di Jakarta, Kamis (20/11).
Ia menekankan bahwa kewajiban DMO bagi perusahaan produsen batu bara berarti perusahaan tersebut menjual, bukan menyerahkan, produksinya ke pasar domestik.
Hal ini dilakukan untuk meluruskan pemahaman sebagian media yang salah mengerti dengan DMO tersebut. "Pasar domestik membeli batu bara itu, bukan diserahkan begitu saja," ujarnya.
Menurut Bambang, harga batu bara itu yang dibeli pasar domestik disesuai dengan harga pasar. Pemerintah akan mengeluarkan patokan harga (indeks) tiap bulannya dengan merujuk rata-rata harga batu bara dari ICI (Indonesia Coal Index), Platts (Singapura), Global, dan Barlow Jonker (Australia).
"Kalau ada pengusaha batu bara yang misalnya, tahun ini tidak memenuhi DMO, produksinya di tahun berikutnya kami potong sebesar proporsional dari kekurangan kewajibannya pada tahun itu. Mekanisme pemotongannya, kami lakukan saat dia membuat RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Belanja) tahun mendatang," jelas Bambang.
Menurut dia, semua ketentuan itu akan diatur di dalam peraturan menteri tentang DMO yang akan segera diterbitkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.