Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengatasi Ancaman Malthus

Kompas.com - 25/08/2008, 00:50 WIB

Oleh Muhadjir Darwin

Teori Thomas Robert Malthus (1798) bahwa peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga manusia pada masa depan akan mengalami ancaman kelaparan barangkali hanyalah mitos.

Ternyata kemajuan teknologi dapat melipatgandakan produksi pangan dan kebutuhan manusia lainnya. Sementara itu, berkat kemajuan teknologi kontrasepsi modern, kehamilan dapat dikendalikan dan pertumbuhan penduduk pun dapat ditekan.

Kehendak untuk mengatasi ancaman Malthus inilah yang melahirkan gerakan kependudukan dunia pada tahun 1968. Gerakan tersebut tidak direspons secara sama oleh bangsa-bangsa di dunia. Indonesia adalah satu dari sedikit negara berkembang berpenduduk banyak yang responsif dan mampu mengatasi tekanan penduduk dengan mengendalikan laju pertambahan penduduknya.

Indonesia belum cukup merasakan adanya tekanan penduduk ketika merdeka. Penduduk Indonesia baru berjumlah 69,2 juta pada tahun 1940. Karena itu, wajar jika Soekarno bersikap pronatalis, ingin penduduk Indonesia bertambah cepat agar dapat menjadi kekuatan revolusi. Penduduk memang bertambah cepat pada era Soekarno. Antara tahun 1950 dan 1970 terjadi apa yang disebut sebagai ledakan bayi (baby boom); jumlah penduduk Indonesia naik 53 persen (41 juta), dari angka 77,2 juta pada tahun 1950 menjadi 118,2 juta pada tahun 1970. Ketika itulah ancaman tekanan penduduk mulai disadari.

Jika fertilitas tinggi (TFR 5,6 pada 1970) dibiarkan, Widjojo Nitisastro memperkirakan, penduduk akan bertambah menjadi 350 juta jiwa pada tahun 2000. Namun, jika KB berhasil, Natanael Iskandar memperkirakan penduduk hanya akan bertambah menjadi 280 juta. Program KB memang terbukti berhasil dengan dengan pencapaian yang jauh melampaui kedua ramalan tersebut. Angka fertilitas total (total fertility rate/TFR) berhasil diturunkan menjadi 2,4 dan penduduk hanya bertambah menjadi 206 juta jiwa pada tahun 2000.

Bonus demografi

Jika kecenderungan ini terus terjaga, Indonesia akan berada pada situasi demografis ideal, sebuah jendala kesempatan (window of opportunity) yang ditandai oleh menurunnya angka pertumbuhan penduduk karena proporsi penduduk usia muda (0-14 tahun) yang terus menurun dan proporsi penduduk usia manula (65 tahun ke atas) yang belum cukup tinggi sehingga proporsi penduduk usia produktif dua kali lebih banyak dari penduduk usia tergantung (kombinasi penduduk usia muda dan manula).

Inilah bonus demografi yang ditunggu-tunggu karena menjadi kesempatan emas meningkatkan kesejahteraan penduduk. Bonus demografi itu hanya akan terjadi satu kali dalam sejarah kependudukan suatu negara.

Bonus demografi ini diperkirakan akan kita nikmati pada sekitar tahun 2020-2030. Setelah itu, pertumbuhan penduduk akan merangkak naik bukan karena angka fertilitas yang meningkat, tetapi karena terus naiknya proporsi penduduk usia manula. Berbeda dengan masalah fertilitas tinggi yang dapat dijawab dengan KB, penambahan jumlah penduduk manula dari sisi kemanusiaan tak mungkin dicegah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com