Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayi Sakti Lolos dari Maut

Kompas.com - 11/08/2008, 08:43 WIB

JAKARTA, SENIN - Warga Kampung Rawabelong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, digegerkan dengan kabar adanya anak balita yang dinyatakan meninggal dan bisa hidup kembali. Warga yang mendengar kabar itu berkumpul untuk menyaksikannya.

Adalah Alifia Nailun Najah, bayi berumur tujuh bulan, yang sudah dinyatakan meninggal oleh kakeknya, tapi hidup kembali. Alifia adalah anak pasangan Buraidah-Hendri yang tinggal di Kampung Rawabelong RT 03 RW 08, Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk.

Peristiwa menghebohkan ini bermula ketika Alifia menderita sakit berkepanjangan. "Sudah dua minggu dia sakit. Badannya panas dan kejang-kejang," kata H Hasim, kakek Alifia, Minggu (10/8) malam. Menurut Hasim, beberapa orang memberi tahu bahwa Alifia sakit radang tenggorokan.

Awalnya, Alifia dirawat di rumah. Namun, karena kondisinya semakin memburuk, keluarganya lantas membawanya ke rumah sakit. "Pertama Alifia saya bawa ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan di dekat Monas (Jalan Budi Kemuliaan), tapi tidak ada perubahaan. Terus dia saya bawa ke rumah lagi dan dirawat oleh dokter yang tinggal di dekat rumah," tutur Hasim.

Semakin hari, kondisi Alifia terus memburuk. Dokter lantas merujuk Alifia dibawa ke rumah sakit. Sabtu (9/8) pagi, Alifia dibawa ke RSAB Harapan Kita di Slipi, Jakarta Barat. "Saat itu kami diminta membayar uang muka Rp 10 juta. Demi kesembuhan cucu kami, saya pun mencari pinjaman untuk bayar uang muka tersebut," kata Hasim.

Setelah uang muka dibayar, barulah Alifia mendapat perawatan di ruang ICU. "Tapi, setelah semalam dirawat di ICU RSAB Harapan Kita, kondisi Alifia tidak juga membaik, bahkan semakin buruk. Dokter yang memeriksa menyatakan kondisi Alifia sudah berada di bawa koma," kata Hasim.

Saat itu hidup Alifia sudah bergantung dengan peralatan rumah sakit. Untuk bernapas pun, bayi yang lahir pada 10 Februari 2008 ini harus dibantu dengan alat. Ini membuat Hasim dan anggota keluarganya kecil hati. Sudah mengeluarkan biaya besar, tapi tidak memperoleh kesembuhan. "Semalam dirawat di sana sudah ada biaya tambahan Rp 3 juta. Itu hanya untuk nebus obat. Kami jadi bingung," kata Hasim.

Minggu (10/8) pagi, keluarga Hasim semakin dilanda kebingungan karena kondisi Alifia tak juga membaik. "Kami lalu meminta Alifia dibawa pulang saja," kata Hasim.

Tim dokter dan perawat ICU RSAB Harapan Kita melarang bayi perempuan berparas cantik dan lucu itu dibawa pulang karena kondisinya sangat kritis. Menurut Hasim, jika alat bantu napas dicabut, Alifia meninggal. "Tapi mengingat biaya besar yang harus dikeluarkan, kami pun memutuskan untuk membawa pulang Alifia. Apalagi, kalau tidak ada biaya, dokter juga tidak mau merawatnya," kata Hasim.

Orangtua Alifia harus menandatangani surat pernyataan yang menegaskan, segala risiko menyangkut keselamatan Alifia bukan tanggung jawab RSAB Harapan Kita. Dokter dan perawat pun tak mau mencabut selang oksigen yang menempel di hidung Alifia.

Alifia akhirnya dikeluarkan dari ruang ICU dalam kondisi masih mengenakan selang pernapasan. Ayahanda Alifia, Hendri, kemudian mencabut selang oksigen dari hidung putrinya. Ketika selang dicabut, bayangan kematian Alifia pun muncul dalam benak Hendri dan Hasim, tapi sang ibu, Buraidah, tetap yakin anaknya selamat.

Hasim semakin berkecil hati setelah Alifia dibawa dengan mobil sewaan menuju rumah. "Waktu berada di dalam mobil, kondisi anak saya sudah kaku. Tidak ada napas. Badannya pun biru. Matanya merem," kata Hasim.

Melihat itu, Hasim yang ditemani istrinya, Dalilah, menyimpulkan Alifia telah meninggal dunia. Kesimpulan tersebut disampaikan kepada sanak keluarga yang menunggu di rumah di Rawabelong. Lalu, kabar kematian Alifia disiarkan melalui pengeras suara mushala yang terletak persis di depan kediaman Haism. Hendri-Buraidah tinggal bersama Hasim. Para tetangga dan handai taulan pun berkumpul untuk melayat.

Sebagian warga mengibarkan bendera kuning dan memasangnya di sudut-sudut jalan. Sementara warga lainnya menggali liang kubur di areal pemakaman keluarga H Hasim yang terletak di belakang rumah. Semakin siang, jumlah pelayat yang datang semakin banyak.

Begitu sampai di rumah, Alifia langsung dibawa ke kamar ibunya. Tapi Buraidah dan Hendri belum yakin Alifia meninggal. "Lalu ada orang yang mengerti kesehatan datang memeriksa. Orang itu menyatakan Alifia masih hidup," kata Buraidah.

Air putih

Orang tersebut meminta segelas air putih. Setelah membaca doa, dia meneteskan air ke mata Alifia dan meminumkannya. Setelah itu, datang lagi dua pemuka agama mendoakan Alifia.

Tak lama berselang, gerak dada Alifia lebih jelas. "Tangannya juga gerak lagi, disusul kakinya yang gerak-gerak," kata Hasim yang tak habis-habisnya bersujud. Setelah itu, Alifia buang air kecil.

Dengan cepat tersebar kabar bahwa Alifia hidup kembali. Warga lantas menggelar doa bersama untuk Alifia. Semalam, saat Warta Kota tiba, kediaman Hasim masih ramai didatangi orang.

Hasim adalah guru di SDN 13 Palmerah dan Hendri bekerja serabutan. Dengan latar belakang ekonomi seperti ini, Hasim dan Hendri tak sanggup membayar ongkos perawatan Alifia selama di ICU RSAB Harapan Kita.

Dokter jaga dan beberapa perawat RSAB Harapan Kita semalam membenarkan Alifia pernah dirawat di sana. Menurut mereka, Alifia dibawa pulang paksa oleh orangtuanya. "Apa penyakitnya kami tidak tahu. Mengapa dibawa pulang paksa, kami juga tidak tahu. Silakan hubungi pejabat yang berwenang pada hari Senin," kata seorang dokter yang enggan menyebutkan namanya. (Warta Kota/tos/yos)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com