Tri Agung Kristanto
Tepat peringatan 12 tahun tragedi penyerbuan kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia atau DPP PDI, Minggu (27/7), mantan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia atau TPDI Robert Odjahan Tambunan meluncurkan buku otobiografi politik. Buku itu sebagian isinya mengungkapkan kembali sisi lain kasus 27 Juli 1996 yang menewaskan lima aktivis PDI.
Ketika penyerbuan Kantor DPP PDI pro-Megawati Soekarnoputri, yang kini bernama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, terjadi, RO Tambunan adalah penasihat hukum PDI dan Megawati. Sebagai Koordinator TPDI, ia membela PDI dan Megawati yang pada 1996 terus ditekan pemerintahan Orde Baru.
Kasus 27 Juli 1996, yang juga membuat 124 pendukung Megawati diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dinilai melawan kekuasaan yang sah, menjadi ”inti” dari buku Otobiografi Politik RO Tambunan: Membela Demokrasi, terbitan TPDI. Bahkan, dalam buku yang sebagian isinya adalah kompilasi pemberitaan terkait PDI dan kasus 27 Juli memberikan 93 halaman disertai foto, pada tragedi itu, yang saat itu diduga direncanakan dan dilakukan aparat.
Pemaparan Kasus 27 Juli diawali dengan deskripsi pada halaman 147. Pukul 07.00 pagi, 27 Juli 1996. Telepon di rumah RO Tambunan di Kebun Jeruk, Jakarta Barat, berdering. ”Halo! Halo, Pak RO!” Suara perempuan terdengar dari ujung telepon. Perempuan itu, Megawati Soekarnoputri.... Ia menelepon dari rumahnya di Jalan Kebagusan, kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. ”Kantor DPP PDI diserbu!” sergah Megawati.
”Abang tengok dulu kantor DPP untuk mengetahui dan mencegah pengambilalihan itu,” pinta Megawati. RO Tambunan pun meluncur ke kantor DPP PDI (halaman 148).
Tambunan harus menembus penjagaan aparat yang amat ketat untuk bisa sampai ke kantor DPP PDI. Ia bertemu Letnan Kolonel Abubakar, Kepala Polres Jakarta Pusat, dan Kolonel Zul Efendi, Komandan Kodim Jakarta Pusat. Ia diizinkan memasuki kantor DPP PDI yang saat itu selesai diserbu. Terkait kondisi terakhir kantor itu, ia menyatakan, Dengan diantar Letnan Kolonel Abubakar saya melihat ruangan-ruangan yang hancur dan digenangi oleh air yang disemprot serta di sana-sini terlihat dengan jelas darah yang berceceran (halaman 149).
Tambunan juga menyebutkan, dia tidak menemukan lagi massa dan anggota Satuan Tugas (Satgas) PDI, sekitar 300 orang, di lokasi itu. Menurut Abubakar, semua orang yang ada di kantor DPP PDI saat itu diangkut ke Polda Metro Jaya dan dijadikan tersangka. Dalam perkembangannya, yang diadili 124 orang. Mereka dipidana paling lama empat bulan tiga hari, sesuai dengan masa tahanan mereka.
Megawati mengetahui
Tambunan semula memberikan judul Renungan Indonesia untuk bukunya itu. Namun, sejumlah kalangan yang terlibat dalam penulisan buku itu memilih judul Membela Demokrasi. Dosen Filsafat Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Dr Selu Margaretha P, yang membedah buku itu, mengakui, inti dari buku itu terletak pada pembeberan kasus 27 Juli. Tambunan wajar memaparkannya panjang lebar sebab kasus itu sampai kini belum tuntas.